Tokoh Peneguh Integritas Irsyadi Itu Kini Telah Pergi

Oleh: ABDULLAH ABUBAKAR BATARFIE (Ketua Pusdok Al-Irsyad Bogor)

Geys Amar, 17 Des. 2017 Muktamar Bogor2

Kabar duka cita datang dari mantan Ketua Umum PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah Bapak H. Geys Amar, SH. Ia dikabarkan meninggal dunia pada hari Senin kemarin (26/4/2021), sekitar pukul 15.00 WIB.

Kabar kepergian salah satu tokoh senior Al-Irsyad ini kontan mengundang banyak perhatian keluarga besar Al-Irsyad yang merasakan kehilangan akan sosoknya dengan berbagai ungkapan yang dirasakan.

Allahyarham Geys Machfudz Amar, SH wafat di Jember (Jawa Timur) dalam usia 78 tahun dan pada hari yang sama pula, tokoh besar Al-Irsyad itu dimakamkan tepat di hari yang sama beliau pergi meninggalkan kita semua untuk selama-lamanya, saat di mana kita umat Islam tengah melaksanakan ibadah shaum pada hari ke-14 bulan Ramadhan 1442 Hijriyah, bulan yang penuh rahmat dan ampunan di mana semua doa shoimiin insya Allah akan dikabulkan….Amiin.

Innalillahi wainna ilaihi raaji’un, Allahummaghfirlahu warhamhu wa ‘afihi wa’fu ‘anhu. Selamat jalan guru kami, bapak kami, paman kami dan panutan kami, AMI GEYS.

Keluarga Besar Al-Irsyad sangat merasakan betul akan kehilangan sosoknya sebagai seorang tokoh yang sepanjang hidupnya telah membaktikan dirinya pada organisasi yang pernah dipimpinnya. Almarhum adalah Ketua Umum Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyyah selama empat periode, atau selama 18 tahun sejak 1982 s/d 2000. Lalu setelah itu, tepatnya pasca Muktamar Bandung tahun 2000, beliau juga sempat menjabat sebagai Sekretaris Jenderal di masa Ketua Umum Ir. Hisyam Thalib, menggantikan Awod Said Bamajbur yang mengundurkan diri. Ini merupakan aksi turun gunungnya dalam mengawal dan menjadi garda terdepan sebagai penjaga Mabda Al-Irsyad di saat badai besar tengah melanda organisasi yang turut dia besarkan dengan segala konsekwensi yang dihadapinya.

Tahun-tahun sebelumnya, jauh sebelum gelombang besar menghantam Jum’iyyah ini, berkat kepemimpinannya pula eksistensi Al-Irsyad sebagai organisasi di tingkat nasional dapat meluas ke seluruh wilayah negeri ini. Sejak pemberlakuan undang-undang keormasan tahun 1985 yang mengharuskan jumlah cabang berada dalam batas quota yang sudah ditentukan sebagai pra-syarat dalam undang-undang pemerintah, beliau telah berhasil mengembangkan organisasi Al-Irsyad dengan membentuk lebih dari seratus cabang baru yang tersebar di hampir seluruh pelosok tanah air, termasuk di bumi cendrawasih Papua. Bahkan ada di antara cabang yang terbentuk baru itu, kini terhitung sebagai cabang yang maju pesat di kotanya.

Geys Amar dan diskusi dng Huub de Jong di Pusdok Bogor

Pak Geys, begitu dia biasa disapa oleh aktivis cabang di bagian belahan timur Indonesia, gaya kepemimpinannya sangat sederhana dan bersahaja meski posisinya saat itu sangat bergengsi sebagai ketua umum PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah.

Saking sederhananya, saat kunjungan cabang yang jauh hingga ke pelosok pulau, beliau tidak pernah mau menginap di hotel tapi justru lebih memilih tidur di rumah-rumah pengurus, meski hanya beralaskan anyaman bambu di rumah panggung.

Selama masa kepemimpinannya pula sebagai ketua umum PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah, sosok Ami Geys, demikian aktivis di pulau jawa menyapanya, beliau telah memainkan peran pentingnya sebagai tokoh umat Islam sekaligus tokoh bangsa Indonesia.

Almarhum H. Geys Amar, SH yang telah berhasil menyelesaikan gelar doktornya di Universitas Borobudur ini, pernah menduduki posisi sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.

Pada awal reformasi tahun 1989, ia bersama tokoh-tokoh umat Islam lainnya mendirikan Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI). Melalui FUI, kalangan tradisionalis dan modernis Islam dapat duduk bersama membicarakan persoalan-persoalan umat. FUI lantas melahirkan Badan Koordinasi Umat Islam (BKUI), cikal-bakal Partai Bulan Bintang (PBB). Meski partai yang sebelumnya diharapkan menjadi rumah besar umat Islam itu telah mengecewakan dirinya dan Irsyadi, sehingga surat terbuka penarikan dan protes kerasnya sebagai wali amanat partai yang dibidaninya itupun sempat pula dia layangkan.

Geys bin Machfudz Amar lahir di Bondowoso (Jawa Timur) pada 19 April 1943. Pendidikan formalnya dari SD, SMP hingga SMA, ia selesaikan di Madiun, Jatim. Selepas SMA, Geys melanjutkan studinya pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya.

Selain itu beliau juga termasuk orang yang haus akan ilmu pengetahuan, ia juga sempat mengikuti pendidikan non formalnya seperti Office Managemen Course di Jakarta tahun 1972, Enginering & Managemen Training, dan pernah menjadi mahasiswa di Institut manajemen Fakultas Ekonomi UI Jakarta 1978. Serta di sejumlah lembaga pendidikan non formal lainnya, termasuk intensitasnya mendalami ilmu agama pada ustadz Oemar Hoebeis, ulama besar Al-Irsyad berkaliber nasional.

Geys Amar, Maman Bafadal, Ammar Askar

Kiprah almarhum Geys Amar di organisasi dimulainya sejak aktif di Kepanduan Hizbul Wathon di kota Madiun yang diikutinya hingga akhir tahun 1958. Ketika menjadi mahasiswa di UNAIR, almarhum sempat aktif menjadi salah seorang pengurus pada Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Hukum (1964).

Tahun 1970 hingga 1981 Geys Amar pernah tercatat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Departemen Pekerjaan Umum. Pada tahun yang sama ia juga pernah mengajar ilmu Logistik di Departemen Luar Negeri, Depdagri, Deppen, Depkeu dan Pemda Tingkat I Provinsi Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jatim, Jateng dan Sulawesi Selatan.

Sedangkan karirnya pada organisasi Al-Irsyad Al-Islamiyyah di awalinya ketika menjadi anggota Gerakan Pelajar Al-Irsyad (GPA) Cabang Surabaya tahun 1963, yang kemudian sukses menghantarkannya sebagai Sekjen Pengurus Besar (PB) GPA hingga akhir tahun 1970. Setelah itu, mulai tahun 1970-1973, menduduki jabatan sebagai wakil Sekjen di PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah.

Karir puncaknya di Al-Irsyad ialah sejak setelah keputusan formatur pada Muktamar Al-Irsyad ke-33 di Semarang mengangkatnya menjadi Ketua Umum PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah periode 1982 – 1985. Jabatan sebagai pucuk pimpinan ormas yang didirikan pada 6 September 1914 itu tetap dipercayakan kepadanya di Muktamar-Muktamar berikutnya, yaitu Muktamar ke-34 di Tegal (1985), Muktamar ke-35 di Surabaya (1990), dan Muktamar ke-36 di Pekalongan pada 1996.

Dari almarhum semuanya banyak belajar tentang bagaimana mengelola organisasi secara benar karena selama periode kepemimpinannya memegang amanat ketua umum PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah, merupakan periode yang dipandang paling tertib serta rapih dalam sistem pengorganisasian dan administrasi yang diterapkannya. Bahkan pembuatan dan penyusunan Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tangga Al-Irsyad disebut oleh Pemerintah sebagai yang terbaik dan pernah dijadikan contoh perbandingan oleh Kementrian Dalam Negeri untuk ormas-ormas di bawah binaan instansinya.

Para kader dan aktivis Al-Irsyad telah belajar banyak pada sosok yang memang layak menyandang julukan sebagai tokoh “Penjaga Mabda Al-Irsyad” ini. Darinya kami belajar tentang prinsip-prinsip, arah dan tujuan Al-Irsyad yang ia terjemahkan, tafsirkan dan definisikan secara rinci serta sistematis dari sumber rujukan yang valid, dari kumpulan literasi ilmiah yang dimilikinya serta pengetahuan yang dikuasainya.

Dapat dikatakan, beliau adalah salah satu sosok tokoh yang betul-betul menjiwai serta memahami secara utuh tentang arah serta tujuan dan cita-cita Al-Irsyad dari para pendirinya, ditinjau dari semua aspek, termasuk perjalanan sejarahnya yang panjang berikut dinamika dalam kehidupan organisasi Al-Irsyad dengan berbagai problematikanya.*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *