Syekh Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935), ulama besar modernis dan ahli hadits terkemuka di awal abad ke-20, menolak keabsahan hadits-hadits tentang pernah terbelahnya bulan di masa Nabi saw. hidup.
Syekh Muhammad Rasyid Ridha dikenal sangat keras menolak hadits-hadits Israiliyat dan hadits-hadits dari para perawi yang biasa meriwayatkan hadits-hadits tersebut seperti Kahb al-Ahbar dan Wahb ibn-Munabbih. Rasyid Ridha bahkan dengan tegas menganggap keduanya sebagai tokoh Israiliyat yang paling jahat dan paling sengit dalam mengacaukan dan menipu kaum Muslim.[1]
Rasyid Ridha juga dikenal sebagai ulama yang menolak semua mukjizat Rasulullah saw. yang hissi (indrawi) kecuali Al-Qur’an, kemudian menakwilkan mukjizat-mukjizat tersebut secara rasional agar dapat diterima oleh akal. Salah satu dari penakwilannya itu adalah terhadap riwayat tentang peristiwa terbelahnya bulan pada masa Rasulullah saw.
Menurut para mufassir, peristiwa itu sudah diinformasikan dalam surat al-Qamar (54) ayat 1:
اِقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ
“Saat (datangnya hari kiamat) telah dekat, dan terbelahlah bulan.”
Menurut banyak ahli tafsir, peristiwa tentang terbelahnya bulan itu sudah terjadi pada masa Rasulullah saw., tepatnya lima tahun sebelum beliau hijrah ke Madinah. Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Anas bin Malik bahwa penduduk Mekkah telah meminta kepada Rasulullah saw. Agar memperlihatkan suatu mukjizat kepada mereka untuk menjadi bukti kerasulan beliau. Allah kemudian memperlihatkan kepada mereka terbelahnya bulan.
BACA SELENGKAPNYA “Benarkah Bulan Pernah Terbelah?”