Syekh Abdul Aziz Ar-Rasyid, Pembuka Hubungan Al-Irsyad dan Kuwait
Oleh: ABDULLAH BATARFIE (Ketua Pusdok Al-Irsyad Al-Islamiyyah Bogor)
Menteri Sosial Dr. Salim Segaf al-Jufri telah meresmikan pusat dakwah dan pendidikan Al-Irsyad Al-Islamiyyah di Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, pada Senin 6 Mei 2013. Proyek besar yang didanai pemerintah Kuwait melalui lembaga sosial Syuhada Kuwait ini bernama “Islamic Center Syuhada Kuwait Al-Irsyad Al-Islamiyyah”, berdiri di atas tanah seluas sekitar dua hektare.
Pilihan Cipanas sebagai lokasi Islamic Center Syuhada Kuwait ini secara kebetulan memiliki jejak sejarah yang tidak dapat dipisahkan dari jejak Kuwait di Indonesia. Karenanya saya mencoba membuka lembaran jejak tersebut dalam sebuah biografi singkat Syekh Abdul Aziz Ar Rasyid, ulama asal Kuwait yang pernah tinggal di Indonesia hingga akhir hayatnya.
Al-Irsyad dan Kuwait memiliki hubungan kesejarahan yang kuat melalui ikatan persahabatan yang erat antara Syekh Ahmad Surkati, pendiri Al-Irsyad Al-Islamiyyah, dengan Syekh Abdul Aziz Ar-Rasyid, ulama dan tokoh pendidik asal Kuwait. Kedua orang ini telah mengabdikan dirinya dalam dakwah dan berjuang untuk menegakkan kembali kemurnian ajaran Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw., sampai harus meninggalkan negaranya jauh ke Indonesia.
Syekh Abdul Aziz Ar-Rasyid lahir di Kuwait pada tahun 1301 H/1883 M. Selain dikenal sebagai ulama progresif yang aktif memordenisasi sistem pendidikan Islam di negaranya mengikuti jalan yang ditempuh Syekh Muhammad Abduh di Mesir, beliau juga seorang wartawan, penulis, dan editor. Beliau merupakan guru besar pada Madrasah Al-Mubaraqiyyah dan di beberapa perguruan lainnya di Kuwait.
Masa kecil Syekh Abdul Aziz Ar-Rasyid dilewatinya di Kuwait. Pendidikannya dimulai dari Madrasah Ibtidaiyyah, kemudian ia belajar pada ulama terkenal Syaikh bin Azuz. Pendidikan tingginya didapat di Universitas Al-Azhar Kairo. Hasratnya yang besar untuk menuntut ilmu mendorong Ia berkelana ke Irak dan belajar pada ulama kenamaan di Bashrah, Syaikh Mahmoud Syoukry al-Alousy.
Persahabatan yang erat dengan Syekh Ahmad Surkati membawa Syekh Abdul Aziz Ar-Rasyid datang ke Indonesia. Beliau tiba di Batavia (Jakarta) pada 1930, di saat bangkitnya pergerakan-pergerakan Islam di Indonesia yang mencitakan kemerdekaan bangsa Muslim Indonesia dari penjajah Belanda.
Kedatangan Syekh Abdul Aziz Ar-Rasyid ke Indonesia disambut hangat oleh sahabat karibnya, Syekh Ahmad Surkati, dan tinggal besama di kediaman beliau di Jakarta. Sejak saat itulah Syekh Abdul Aziz banyak berkenalan dengan tokoh-tokoh pergerakan di Indonesia dan memberi sumbangsih pemikirannya lewat tulisan-tulisan beliau yang dimuat dalam majalah Al-Mursyid yang diterbitkan oleh Al-Irsyad Surabaya dan Al-Wifaq, majalah Al-Irsyad yang terbit di Bogor.
Pada Tahun 1933, Syekh Abdul Aziz Ar-Rasyid menerbitkan majalah bulanan Attauhid yang dirintisnya bersama Syekh Ahmad Surkati di Jakarta, sampai kemudian kantor redaksi majalah ini pindah ke Pekojan, Bogor, pada 16 Agustus 1933. Sejak saat itulah beliau memimpin langsung majalah Attauhid yang ditekuninya sebagai sarana dan alat dakwah. Majalah yang dicetak oleh percetakan Buitenzorgsche Drukkerij ini disebarluaskannya ke seluruh pelosok tanah air hingga ke luar negeri seperti Baghdad (Irak), Mekkah, Mesir, Singapura, dan Kuwait, negara asalnya.
Di kota Bogor ini pula Syekh Abdul Aziz kemudian menerbitkan majalah Al-Iraqi Al-Quwaiti pada 1931 yang dikelolanya bersama Syech Yunus Al-Bahry,. Penerbitan majalah ini merupakan kelanjutan dari majalah Al-Kuwait yang pernah ia terbitkan di negara asalnya di era 1920-an.
Selain sebagai editor pada majalah Attauhid dan Al-Iraqi Al-Quwaiti yang dikelolanya, Syekh Abdul Aziz Ar Rasyid juga aktif menulis artikel dan mengisi rubrik di majalah Al-Huda yang terbit di Singapura. Tulisan-tulisannya secara berkala juga banyak dimuat di beberapa surat kabar di Baghdad, serta majalah Al-Hilal, As-Syouro dan Al-Fatih di Mesir
Di samping menekuni dunia jurnalistik, beliau pun aktif dalam kegiatan organisasi Al-Irsyad Al-Islamiyyah Bogor dan banyak melahirkan gagasan-gagasan cemerlang. Salah satunya adalah mendirikan dan membangun “Al-Nadi al-Adabi“. Tujuan didirikannya Nadi ini adalah sebagai sarana berkumpulnya kaum muda Al-Irsyad Bogor dalam menyalurkan bakat dan minat, berkreatifitas dan sebagai tempat pembinaan.
Gagasannya itu ternyata diadopsi pula oleh beberapa cabang Al-Irsyad di Jawa yang mendirikan wadah serupa yang kala itu lebih populer dengan nama “Nadi Al-Irsyad” atau “Club Gebouw Al-Irsyad”. Salah satunya didirikan oleh Al-Irsyad cabang Surabaya. Di antara kegiatannya adalah “Debating Club”, aktifitas untuk melatih dan membina kader agar mampu berfikir kritis dalam menghadapi tantangan zaman. Klub ini dibina oleh para guru yang mumpuni, memiliki gedung yang dilengkapi dengan perpustakaan (terletak di Jl. KH Mas Mansyur, Surabaya) dan mendidik anak-anak muda untuk membaca, berdiskusi dan berpikir kritis, membahas tema-tema kontemporer yang memerlukan kemampuan dan keahlian berkomunikasi dengan masyarakat. Banyak di antara peserta klub ini yang kemudian menjadi tokoh dan penjaga Mabda’ Al-Irsyad pada zamannya, dengan prestasi yang gemilang.
Pada tahun 1934, Syekh Abdul Aziz Ar Rasyid mengajar dan memimpin Sekolah Al-Irsyad di Pekalongan, hingga ia kembali ke Jakarta untuk bergabung mengelola majalah Al Misbah yang di pimpin oleh Ali Harharah, ulama Al-Irsyad yang dikenal ahli berpidato dan ditugaskan Al-Irsyad menjadi pembina di Jong Islamieten Bond (JIB).
Di samping sebagai seorang jurnalis, Syekh Abdul Aziz Ar-Rasyid juga dikenal sebagai ahli sastra yang banyak menghasilkan karya syair. Kumpulan karyanya pernah dihimpun kembali oleh senior dan guru Al-Irsyad Bogor, Hamid Hassan Al-Anshary dan pernah dimuat dalam majalah Al-Kuwait yang diterbitkan oleh Wizarotul Irsyad Wal Anba, edisi nomor 72, pada 8 Rajab 1385 H (November 1965).
Syekh Abdul Aziz Ar-Rasyid juga banyak menghasilkan kitab-kitab karangannya, di antaranya adalah: Tahqiequl Thalab Fi Radd: Tuhfaitil Arab, An Nashaih al-Kafiyah fi Man Yatawalla Muawiyah, sebuah kitab yang memuat jawaban atas Kitab Ibnu Agil Al-Hadramy. Juga kitab Al-Hay’ah wal Islam.
Syekh Abdul Aziz Ar-Rasyid wafat di Bogor pada tahun 1938. Beliau meninggalakan seorang istri di Indonesia. Wanita yang dinikahinya adalah wanita pribumi dari desa Cipayung, Puncak. Sebuah sejarah berulang, pada jejaknya di Desa Padarincang, Cipanas, kini berdiri Islamic Center Al-Irsyad yang didanai oleh Syuhada Kuwait, sebuah lembaga yang didirikan oleh Pemerintah Kuwait.
Dari istri pertamanya yang asal Kuwait, Syekh Abdul Aziz Ar-Rasyid memiliki satu orang putera yaitu Ya’qub Abdul Aziz Ar-Rasyid, yang pernah menjabat sebagai Duta Besar Pemerintah Kuwait di Pakistan, India, Turki dan di beberapa negara lainnya. Sedangkan dari istrinya yang asal Cipanas Indonesia, beliau dikaruniai seorang puteri bernama Fatimah, yang kelak menikah dengan Bapak H. Alamsyah Ibrahim, pribumi asli Indonesia yang pernah menjabat Menteri Pendidikan Kuwait.*