Tafsir dan Keterangan (1)
Oleh: Geys Amar, SH (Ketua Umum PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah 1982-2000)
Apabila generasi sekarang menuntut penjelasan dan kejelasan makna Mabadi Al-Irsyad, itu adalah suatu sikap yang patut dipuji. Ternyata masih ada kesadaran pada sebagian irsyadi saat ini. Keingintahuan para irsyadi ini patut kitarespon dengan cara menyajikan tafsir dan keterangan atas Mabadi Al-Irsyad sebagai jawaban atas kebutuhan para irsyadi itu.
Uraian dan tafsir terhadap butir-butir Mabadi dapat ditelusuri dari petunjuk yang berhasil dihimpun dari aneka tulisan Syekh Ahmad Surkati berdasarkan butir-butir yang ada dan diuraikan berikut ini:
1. TAUHID
Pengertian tauhid adalah pengetahuan seseorang serta pengakuannya, keyakinannya dan keimanannya akan kemandirian Tuhan dengan segala sifat kesempurnaan dan peng-esa-an-Nya. Keyakinan hamba tersebut bahwasanya tiada sekutu bagi Allah dan tiada yang menyerupai-Nya dalam kesempurnaan-Nya.
Bahwasanya hanya Dialah yang berhak disembah dan di-ibadah-i oleh seluruh makhluk-Nya. Allah SWT berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَا لِكَ
دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan kataatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.” (al-Bayyinah: 5)
Pengertian tauhid tersebut mengandung 3 unsur yaitu:
– Tauhid Rububiyah yaitu keyakinan akan kesendirian Allah dalam melaksanakan penciptaan, pemeliharaan, dan penertiban alam semesta, termasuk ciptaan-Nya berupa para nabi dengan risalah-risalah-Nya masing-masing.
– Tauhid al-Asma’ wal sifat, yaitu keyakinan akan kemandirian Allah dalam kesempurnaan sifat-sifat-Nya yang mutlak sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
– Tauhid al-Uluhiyyah atau disebut tauhid al-Ibadah, yaitu suatu pandangan bahwa hanya Allah saja yang harus disembah serta dihadirkan dalam melaksanakan berbagai bentuk ibadah.
Koreksi yang berkenaan dengan tauhid ini antara lain adalah:
- Orang-orang yang mengucapkan kalimat tauhid “Laa ilaha illallah”, namun disisi lain mereka tunduk, sujud, dan menyerahkan diri kepada kuburan atau kepada seseorang untuk memperoleh berkah.
- Berzikir kepada Allah dengan menyebut nama-Nya demi untuk mendatangkan manfaat dan menjauhkan kejelekan dengan membaca al-manakib (riwayat hidup orang-orang yang dipandang suci).
- Mengucapkan Syahadatain atau kalimat tauhid namun dalam perbuatannya mengandung unsur lain, yang dipercayai dan dihormati seimbang dengan penghormatan terhadap Allah, di mana itu adalah perbuatan Syirik.
Contoh-contoh perbuatan syirik adalah:
a. Membawa jimat, benda-benda bermantera dan cincin. Benda-benda tersebut diyakini mempunyai kekuatan ghaib yang bisa mendatangkan manfaat atau menolak mudharat, padahal yang sesungguhnya berkuasa hanyalah Allah semata.
b. Barang siapa yang mempercayai adanya kekuatan selain Allah yang mengetahui adanya yang ghaib dan melakukan pengaturan terhadap alam semesta, adalah musyrik.
Dalil-dalilnya:
قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ
“Katakanlah tidak ada seseoranpun di langit dan di bumi mengetahui perkara ghaibkecuali Allah.” (an-Naml: 65)
فَسُبْحَانَ الَّذِي بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Maka Maha Suci Allah yang ditangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya kamu dikembalikan.” (Yaasin: 83)
c. Doa adalah suatu bentuk ibadah. Siapapun yang berdoa kepada selain Allah disertai dengan keyakinan yang bersifat ghaib untuk menolak kesulitan atau memperoleh keuntungan, berarti menyekutukan Allah.
Dalil-dalilnya:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ لَن يَخْلُقُوا ذُبَابًا
وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِن يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَّا يَسْتَنقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ
“Wahai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah perumpamaan itu.Sesungguhnya yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walau mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah pulalah yang disembahkan.” (al-Hajj: 73)
أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ وَيُخَوِّفُونَكَ بِالَّذِينَ مِن دُونِهِ وَمَن يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ
“Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. Dan mereka mempertakuti kamu dengan (sembahan-sembahan) yang selain Allah? Dan siapa yang disesatkan Allah, maka tidak seorang pun pemberi petunjuk baginya.” (az-Zumar: 36)
d. Bersumpah kepada selain Allah adalah perbuatan syirik! Dalilnya sabda Rasulullah saw:
مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ
“Barang siapa bersumpah dengan selain Allah maka ia telah kafir dan syirik.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
e. Bernadzar kepada selain Allah adalah perbuatan syirik! Perhatikan Al-Qur’an yang menyatakan:
ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ
“Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (al-Hajj: 29)
f. Istighashah (mohon bantuan dan pertolongan) dari kekuatan ghaib selain Allah dalam rangka mengatasi kesulitan atau memperoleh keuntungan dengan keyakinan bahwa yang dipandang penolong itu memperoleh perkenan dari Allah sebagai wakilnya. Itu berarti berbuat syirik dan keluar dari Islam.
Dalilnya adalah:
وَإِن يَمْسَسْكَ اللّهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِن يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدُيرٌ
“Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (al-An’aam: 17)
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ
عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan adzab-Nya; sesungguhnya adzab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (al-Israa’: 57)
2. AL-MUSAWWA
Secara bahasa berasal dari kata sawa, yusawi, musawwa yang berarti persamaan, kesamaan, dan sama rata.
Prinsip persamaan di antara umat Islam yang diperjuangkan oleh Syekh Ahmad merupakan salah satu sendi ajaran Islam yang paling agung yang disyariatkan bagi umat manusia. Perbedaan yang ada di antara umat manusia, bukan karena perbedaan warna kulit, maupun keturunan.
Dalilnya adalah:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” (al-Hujarat: 13)
3. NASAB DAN KETURUNAN
Dalam konsepsi perjuangan pembaharuan Islam, pandangan tentang nasab/asal usul keturunan dikemukakan oleh Syekh Ahmad Surkati adalah:
a. Hubungan darah dan daging dengan Rasulullah saw.
Pada prinsipnya, seseorang tidak menjadi mulia dan sempurna di sisi Allah karena kedekatan hubungan darah dengan Rasulullah
b. Kedekatan dengan Rasulullah saw.
Kedekatan seseorang dengan Nabi saw. diukur atas ilmu, amal, dan ketakwaan, serta keikhlasan. Contohnya: Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali, serta kaum Muhajirin dan Anshar, serta yang mengikutinya dengan sungguh-sungguh.
4. PEMAHAMAN TERHADAP SALAF DAN PERILAKU ULAMA SALAF
Pengertian Salaf yang dilansir oleh Syekh Ahmad Surkati adalah ulama yang hidup pada masa sahabat Rasulullah dan Tabi’in (yang berguru pada para sahabat Nabi) yang hidup 300 tahun pertama masa Islam (Tahun 1-300 H).
Sedang perilaku ulama salaf adalah suasana kehidupan beragama pada periode tahun-tahun pertama Islam sampai tahun 300 H, di mana semangat ijtihad para ulama pada waktu itu, ingin dimanfaatkan sebagai contoh untuk menggerakkan pemuka-pemuka Islam di Indonesia mendukung konsepsi pembaharuan Islam yang menjadi sasaran perjuangannya, yaitu antara lain menghidupkan semangat ijtihad dan menjauhi taklid buta.
Dengan demikian tekananannya bukan pada kelompok dan pengelompokkan orang, sebab kelompok Syekh Ahmad Surkati dalah Hizbul Irsyad. Sedang fahamnya, sesuai garis perjuangannya, tercermin dalam Mabadi Al-Irsyad berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.