BUTIR-BUTIR MABADI AL-IRSYAD
Oleh: Geys Amar, SH (Ketua Umum PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah 1982-2000)
A. Konsepsi Awal, Lima Butir Mabadi Al-Irsyad
Mabadi Al-Irsyad merupakan program perjuangan Syekh Ahmad Surkati dalam melakukan pemurnian dan pembaharuan. Mabadi tidak lahir begitu saja, melainkan tumbuh dari pemikiran dan perjuangan, disertai telaah serta kajian terhadap buku-buku dan majalah yang bertemakan pemurnian dan penbaharuan yang ditulis oleh pemuka dan ulama Islam, antara lain: Ibnu Taimiyyah (1263-1328 M), Ibnu Qayyim al-Jauziyah (1229-1350 M), Muhammad Abduh (1849-1905 M), Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935 M), maupun koordinasi yang dilakukan dengan pemuka masyarakat dan para senior Irsyadi sehingga dapat melahirkan konsepsi mabadi’ untuk dapat dilaksanakan.
Kelima butir tersebut adalah sebagai berikut:
- Mengesakan Allah dengan sebersih-bersihnya peng-Esa-an dari segala hal yang berbau syirik, mengikhlaskan ibadah kepada Allah dan meminta pertolongan kepada-Nya dalam segala hal.
- Mewujudkan kemerdekaan dan persamaan di kalangan kaum muslimin berpedoman pada Al-Qur’an, as-Sunnah, perbuatan para imam yang sah, serta perilaku ulama salaf dalam persoalan khilafiah.
- Memberantas taklid buta tanpa sandaran dan dalil naqli.
- Menyebarkan ilmu pengetahuan, kebudayaan Arab-Islam dan budi pekerti luhur yang diridhai Allah.
- Berusaha mempersatukan kaum muslimin dan bangsa Arab sesuai dengan kehendak dan ridha Allah.
Tulisan-tulisan dan usaha-usaha yang dilakukan Syekh Ahmad Surkati senantiasa berkaitan dengan kelima butir Mabadi’ tersebut. Demikian juga Anggaran Dasar Al-Irsyad yang pertama dirumuskan atas dasar Mabadi’ tersebut. Lebih jauh lagi manusia ideal yang ingin dan kemudian digarap Syekh Ahmad Surkati melalui jaringan pendidikan Al-Irsyad mempunyai bentuknya yang jelas, serta dirumuskan berdasarkan lima konsepsi di atas.
Dalam perkembangannya, Mabadi’ Al-Irsyad yang terdiri lima butir tersebut mengalami dua kali perubahan dalam komposisi dan butir-butirnya. Namun muatan dan isinya tetap mengacu kepada Mabadi’ awal yang dicetuskan pendiri Al-Irsyad Al-Islamiyyah.
B. Perubahan Pertama
Pada tahun 1919, jumlah butir-butir Mabadi berubah dan berkembang menjadi Sembilan butir, yaitu:
- Mentauhidkan Allah dengan tauhid yang sejati yang jauh draipada syirik dalam i’tiqad, pekerjaan dan perkataan.
- Menjalani rukun-rukun ibadat dari shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lainnya, dengan tidak melalaikannya.
- Menjalani sunnah Rasul dengan sebenar-benarnya dan meninggalkan bid’ah-bid’ah.
- Bertolong-tolongan satu sama lainnya dalam kebajikan dan takwa.
- Menganggap semua kaum muslimin itu saudara dengan tiada perbedaan antara satu sama lain, melainkan dengan ilmu takwa.
- Menyuruh berbuat kebajikan dan mencegah kemungkaran dengan seberapa bisanya.
- Meninggalkan adat-istiadat yang melanggar hukum-hukum Islam dan yang menodai diri sendiri.
- Menjaga kemuliaan diri, yakni tidak tunduk selain kepada Allah.
- Menjaga perilaku islami yang pokok, ialah akan kamu sukai sendiri.
C. Perubahan Kedua
Dalam waktu yang panjang, lebih kurang 50 tahun, Mabadi’ ini mengalami perubahan kedua, yaitu dalam arena Muktamar Al-Irsyad ke-30 di Bondowoso pada tahun 1970. Hampir semua murid Syekh Ahmad Surkati angkatan pertama yang masih hidup hadir dalam Muktamar Al-Irsyad untuk yang terakhir kalinya, membahas perlunya meningkatkan pemahaman terhadap Mabadi’ dan meringkas materinya menjadi 7 (tujuh) butir. Sayangnya usaha tersebut dilakukan tanpa memberikan uraian lebih jauh yang sifatnya membantu pemahaman terhadap Mabadi’ itu sendiri, mengingat menurunnya mutu pendidikan Al-Irsyad pada tahun-tahun Muktamar ke-30 tersebut diselenggarakan. Akibatnya materi Mabadi’ tersebut tidak dipahami kecuali sebagai butir-butir bisu, apalagi oleh generasi sekarang yang sudah berlalu 30 tahun lebih dari waktu perubahan pada tahun 1970 tersebut.
Ke-7 (tujuh) butir materi Mabadi’ Al-Irsyad tersebut adalah:
- Memahami ajaran Islam dari Al-Qur’an dan Sunnah, serta bertahkim kepadanya.
- Beriman dengan akidah Islamiyyah yang berdasarkan kitab Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih, terutama bertauhid kepada Allah yang bersih dari syirik, takhayul dan khurafat.
- Beribadah menurut tuntunan Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya, bersih dari bid’ah.
- Berakhlak dengan adab susila yang luhur, moral dan etika Islam serta menjauhi adat istiadat, moral dan etika yang bertentangan dengan Islam.
- Memperluas dan memperdalam ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan duniawi dan ukhrawi yang diridhai Allah swt.
- Meningkatkan kehidupan dan penghidupan duniawi pribadi dan masyarakat selama tidak diharamkan oleh Islam dengan nash serta mengambil faedah dari segala alat dan teknis, organisasi dan administrasi modern yang bermanfaat bagi pribadi dan ummat, moril dan spiritual.
- Bergerak dan berjuang secara terampil dan dinamis dengan pengorganisasian dan koordinasi yang baik bersama organisasi lain dengan jiwa ukhuwah Islamiyyah dan setia kawan serta saling bantu dalam memperjuangkan cita-cita Islam yang meliputi kebenaran, kemerdekaan, keadilan dan kebajikan serta keutamaan menuju keridhaan Allah.
Mabadi’ Al-Irsyad yang terdiri dari tujuh butir tersebut dikukuhkan kembali dalam Muktamar Al-Irsyad ke-37 di Bandung tahun 2000. Muktamar ini juga tidak mengamanatkan apapun yang menyangkut butir-butir Mabadi’ tersebut. Dengan demikian, situasi gelap masih terus menutupi organisasi Al-Irsyad dan menyisakan pertanyaan yang tidak dapat dijawab, bagaimana memahami butir-butir Mabda’ tersebut dan otoritas mana yang boleh dan bisa menafsirkan secara shahih dan aplikatif.
Tafsir dan Penjelasan
Cara Pemahaman Mabadi’
a) Butir-butir Mabadi’ di atas menyisakan pertanyaan, apa makna dan bagaimana memahaminya! Apakah ditafsirkan butir demi butir ataukah penjabarannya cukup dicari dari buku-buku, makalah, ceramah dan lain-lain bahan yang ditulis oleh Syekh Ahmad Surkati.
b) Belum diperoleh petunjuk yang jelas, bentuk dan cara menafsirkan Mabadi’ yang baku dan terinci. Perbedaan pola pikir dan pendekatan terhadap Mabadi’ Al-Irsyad pada masa Syekh Ahmad Surkati masih hidup dan dewasa ini, telah menyebabkan berbedanya persepsi dalam masalah ini.
c) Pimpinan Pusat Al-Irsyad pada tahun 1938 menerbitkan buku dengan judul “SIKAP DAN TUJUAN AL-IRSYAD”, tapi di dalamnya tidak didapatkan bahasan materi Mabadi’ sebagai pedoman bagi para irsyadi, dalam susunan yang terinci. Butir-butir yang terdiri dari 9 (sembilan) butir tercantum dalam buku tersebut tanpa penjelasan lebih lanjut. Edisi Bahasa Arab dari buku yang sama, dengan judul “MABADI’ AL-IRSYAD WA MAQASIDIHA” juga tidak menjelaskan materi tersebut secara rinci.
Penulisan Mabadi’ sedemikian itu yang menjadi pola muktamar tahun 1970 di Bondowoso, dengan cukup menukilkan butir demi butir Mabadi’ Al-Irsyad. Sedang tafsir dan uraiannya, cari sendiri.
d) Dalam kondisi dewasa ini, di mana mutu pendidikan pada sekolah-sekolah Al-Irsyad dirasakan sangat menurun, sedang Mabadi’ sudah tidak diajarkan, bahkan hanya menjadi bahan pembicaraan dan tidak ada tindak lanjutnya.
Kondisi sedemikian itu jelas berbeda dengan keadaan pendidikan dan pengajaran yang tumbuh pada tahun-tahun permulaan kelahiran Al-Irsyad. Karenanya penerimaan terhadap Mabadi’ Al-Irsyad juga berbeda.
e) Namun dalam situasi yang berbeda tersebut, pedoman kita tetap sama dan tetap berpegang pada ketentuan organisasi yang telah digariskan, yaitu pembaharuan Islam yang diperjuangkan oleh Syekh Ahmad Surkati.
(BERSAMBUNG)
Sumber: Majalah MABADI, terbitan PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah, edisi 03, Tanpa Bulan dan Tanpa Tahun.