Fatwa Solo dan Lahirnya Al-Irsyad Al-Islamiyyah di Batavia 1914

Oleh: Abdullah Abubakar Batarfie (Ketua Pusat Dokumentasi dan Kajian Al-Irsyad Bogor)

MADRASAH AL-IRSYAD SURABAYA – 1935

BAGI yang pernah merasakan hidup di negeri yang masih berstatus sebagai Hindia Belanda lebih dari 100 tahun lalu, tentu akan mengalami masa pengklasifikasian golongan penduduk yang didasarkan kepada stratifikasi sosial, dimana setiap orang tidak bisa sesukanya untuk “Berdiri sama tinggi, duduk sama rendah“. Sebuah peribahasa yang menggambarkan suatu kondisi yang setara, sama atau seimbang.

Ketidak setaraan itu berlaku pada semua sendi kehidupan masyarakat, baik dalam hal nasab (keturunan), pangkat (kedudukan) dan harta (kekayaan). Karena itu pula tidak semua anak-anak negeri memiliki hak untuk mendapatkan fasilitas pendidikan yang sama, Demikian pula dengan status sosial sesorang akan teridentifikasi dari gelar yang disandang dan pakaian yang dikenakan.

Gelar-gelar yang disandang, bahkan ada yang menggunakan dalih agama, dimana tidak sembarang orang menyematkan gelar itu di depan namanya. Meski tidak terancam dipidana, pakaian yang dikenakan pun disesuaikan dengan derajat para pemakainya.

BACA SELENGKAPNYA “Fatwa Solo dan Lahirnya Al-Irsyad Al-Islamiyyah di Batavia 1914”

Diin dan Dun-ya

surkati1Oleh: Syekh Al-Allamah Ahmad Surkati Al-Anshari (1875-1943)

Ulama besar, ahli hadits, dan Pembaharu Islam di Indonesia. Guru dari para ulama modernis dan banyak pejuang kemerdekaan negeri ini.

Tulisan ini merupakan jawaban Syekh Ahmad Surkati atas pertanyaan yang diajukan Perhimpunan Muhammadiyah pada bulan Rabiul Awwal 1357 H (Maret 1938).

Perkataan DIIN dan DUN-YA dalam bahasa Arab mengandung beberapa arti dan pengertian. Dari berbagai pengertian itu bisa diartikan secara umum dan bisa pula secara khusus. Arti yang sesungguhnya, dapat dimengerti dari susunan kalimatnya, seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun Hadits.

Kata DIIN itu berasal dari kata DAANA, YADIINU, yang mengandung arti KHADHO’A (tunduk). Pun perkataan DIIN itu adakalalanya berarti: PEMBALASAN, seperti dalam firman Allah:

مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ

Maliki Yaumid-DIIN
BACA SELENGKAPNYA “Diin dan Dun-ya”

Tafsir Ringkas Surat Al-Fatihah

surkati1Oleh: Syekh Al-Allamah Ahmad Surkati al-Anshari (1874-1943 M)

Bab Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, dinukil dari kitab yang berjudul  Tawjihul Ikhwan Ila Adabil Qur’an, artinya; “Petunjuk Ikhwan pada peradaban Al-Qur’an”, karya Syekh Ahmad Surkati yang berisi tafsir sebagian ayat-ayat Al-Qur’an.*

 

 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm  – “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.”

Maknanya: kami laksanakan perintah-perintah Allah, di antaranya juga terdapat pujian dan penyucian Dia yang terkandung dalam surat Al-Fatihah. Pengakuan bahwa Dialah sendiri yang bergelar “Rab” atau Allah. Dia sendirian pula penguasa Hari Kiamat atau yang berkuasa pada Hari Perhitungan dan Hari Pembalasan. Dialah yang bersifat pemurah lagi mengasihi.

BACA SELENGKAPNYA “Tafsir Ringkas Surat Al-Fatihah”

Muhammad Akib, Murid Ahmad Surkati dari Tanah Bugis

Oleh: Abdullah Batarfi
Ketua Pusat Dokumentasi dan Kajian (Pusdok) Al-Irsyad Bogor

KH Muhammad Akib
KH Muhammad Akib

Syekh Ahmad Surkati dikenal luas sebagai sumber inspirasi bagi para tokoh pergerakan Islam modernis yang mendorong lahirnya berbagai organisasi Islam di Indonesia. Melalui Madrasah Al-Irsyad yang dirintis dan dibinanya di Batavia dan juga kota-kota lain, Syaikh Ahmad Surkati telah banyak melahirkan lulusan (alumni) yang kelak memainkan peran penting di berbagai bidang kehidupan umat dan bangsa. Di antara mereka bahkan ada yang menjadi tokoh-tokoh reformasi Islam yang memiliki pengaruh besar terhadap Indonesia.

Anak didiknya tersebut tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Ada juga yang berasal dari kalangan anak-anak tokoh pergerakan Islam, seperti Muhammadiyah. Kita kenal misalnya beberapa nama yang kemudian tampil menjadi para pemuka dan pemimpin Muhammadiyah, antara lain KH Muhammad Junus Anis, Prof. Dr. KH Farid Ma’ruf, Prof KH Abdul Kahar Muzakir, Prof Dr HM Rasyidi, dan Prof Dr Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy. Kontribusi Ahmad Surkati terhadap kelahiran kader-kader inti di awal berdiri Muhammadiyah tersebut membuat surat kabar Adil di Solo dalam edisi 23 September 1939 memberinya pengakuan bahwa “Al-Irsyad adalah guru Muhammadiyah.”

Selain nama-nama di atas yang menjadi tokoh Muhammadiyah tingkat nasional, masih banyak lagi yang menjadi tokoh Muhammadiyah di tingkat lokal, antara lain kakak beradik Letkol Iskandar Idris dan Ismail Idris di Pekalongan, KH Achmad Syukri di Menggala (Lampung), dan KH MUHAMMAD AKIB yang pernah menjabat sebagai Ketua PW Muhammadiyah Sulawesi Selatan periode 1968-1971.
BACA SELENGKAPNYA “Muhammad Akib, Murid Ahmad Surkati dari Tanah Bugis”

Seminar Ahmad Surkati, Pejuang, Pendidik dan Pembaharu

 

Syaikh Ahmad Surkati
Syaikh Ahmad Surkati

Panitia Pengusul Syaikh Ahmad Syurkati sebagai Pahlawan Nasional bekerjasama dengan Pusat Dokumentasi dan Kajian (PUSDOK) Al-Irsyad Bogor telah menggelar seminar perdana tentang Syaikh Ahmad Surkati, di JakBook, Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (17 Sept. 2019) kemarin. Seminar ini dilangsungkan sebagai sarana sosialisasi tentang ketokohan Syaikh Ahmad Surkati dan sekaligus untuk memenuhi syarat pengajuan pahlawan nasional.

Tim Pengusul Ahmad Surkati Pahlawan Nasional dibentuk oleh masyarakat sejarah dan ahli waris Syaikh Ahmad Surkati.

Seminar bertajuk “Syaikh Ahmad Surkati, Pejuang, Pendidik dan Pembaharu Islam” ini merupakan yang pertama dari serangkaian seminar yang dijadwalkan Tim Pengusul dan PUSDOK di beberapa kota. Seminar-seminar ini diharapkan makin membuka wawasan masyarakat tentang sosok besar Syekh Ahmad Surkati, baik sebagai pelopor utama pembaharuan Islam di Indonesia maupun sebagai guru spiritual para tokoh kemerdekaan negeri ini.

P_20190917_100229
Pembicara Dr. Motoki Yamaguchi (kanan) dan Ir. Zeyd Amar (kiri) yang juga ketua Tim Pengusul Syaikh Ahmad Surkati Pahlawan Nasional

Seminar kali ini menghadirkan Dr Motoki Yamaguchi, peneliti Islam Asia Tenggara, sebagai nara sumber utama. Ia didampingi oleh Ir. Zeyd Amar, ketua Tim Pengusul Ahmad Surkati Pahlawan Nasional. Motoki banyak meneliti peran Syekh Ahmad Surkati dan pergerakan Al-Irsyad dalam pembaharuan Islam di Indonesia.
BACA SELENGKAPNYA “Seminar Ahmad Surkati, Pejuang, Pendidik dan Pembaharu”

Ahmad Surkati, Pejuang Sejati

AHMAD SURKATI, Pejuang Sejati

Oleh: Mansyur Alkatiri

Syekh Ahmad Surkati di Jubileum 1939

 

Ahmad Surkati sangat membenci penjajahan dan tidak mau umat Islam Indonesia diperbudak oleh orang-orang Belanda serta berupaya mengubah kondisi itu dengan menanamkan kesadaran pada segenap umat akan bahayanya penjajahan. Sikap anti penjajahan itu diperlihatkan dengan memperjuangkan persamaan derajat sesama manusia (Al-Musawa). Menurut Ahmad Soerkati, ”Mencapai kebebasan dari penjajahan tidak dapat diraih dengan jiwa yang rendah.” (Darmansyah, dkk. 2006, hal. 10-11).

Dalam sebuah ceramah terbuka di Surabaya pada 29 Desember 1928, yang dihadiri sekitar 700 warga Al-Irsyad dan umat Islam Surabaya, Syekh Ahmad Surkati menekankan pentingnya ilmu dipegang oleh orang-orang yang berani. Ia menyatakan, “Ilmu bagi manusia sama halnya seperti sebilah pedang, tak bisa memberi manfaat kecuali bila pedang itu ada di tangan orang yang berani mempergunakannya. Sebilah pedang dipegang oleh seorang penakut terhadap musuhnya, berarti senjata makan tuan”. Apa yang diucapkan Surkati itu di tengah maraknya gerakan kebangsaan Indonesia saat itu serta kondisi rakyat Indonesia sebagai rakyat jajahan, dapat kita tangkap sebagai sebuah pelajaran berharga bagi para hadirin.

Kepada para pemuda Jong Islamieten Bond, Surkati juga keras tegas mengajarkan keyakinan Qur’ani bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan bebas dan merdeka. Belanda bukan hanya menjajah fisik namun juga menindas harkat dan jiwa bangsa Indonesia. Surkati juga memberi kesempatan kepada pemuda-pemuda pergerakan nasional itu untuk menggunakan fasilitas pendidikan Al-Irsyad. Mereka pun secara berkala mengikuti ceramah dan kursus agama yang diadakan di gedung Al-Irsyad.
BACA SELENGKAPNYA “Ahmad Surkati, Pejuang Sejati”

Ahmad Surkati: Sang Reformis, Sang Pejuang

PEMBAHARU DI KANCAH PERJUANGAN BANGSA

Oleh: Mansyur Alkatiri

Syekh Ahmad Surkati asliSejarah umat Islam Indonesia, bahkan sejarah bangsa dan negara Indonesia, mungkin akan berbeda bila Syekh Ahmad Surkati tidak memutuskan hijrah ke negeri yang dulu dikenal dengan nama Hindia Belanda ini di tahun 1911. Ia menerima ajakan Jamiat Khair untuk pindah dari Mekkah, pusat Islam dunia, untuk memimpin sekolah-sekolah milik organisasi pendidikan modern tertua di Indonesia itu.

Keputusan itu mestinya sangat berat mengingat kedudukannya yang prestisius di Mekkah, sebagai seorang allamah dan mufti di kota suci itu, juga pengajar resmi di Masjidil Haram. Tak heran kalau sahabat dan saudaranya berusaha mencegahnya hijrah. Namun, Surkati menjawab dengan heroik, “Bagi saya, mati di Jawa dengan berjihad (berjuang) lebih mulia daripada mati di Mekkah tanpa jihad.”

Ahmad Surkati lahir pada 1875 di Dungulah, Sudan bagian utara. Ayahnya seorang ulama, lulusan Universitas Al-Azhar, Kairo. Ia pun sempat belajar di Al-Azhar, namun takdir Allah kemudian membawanya ke Mekkah dan Madinah, menimba ilmu di dua kota suci itu sampai meraih gelar dan kedudukan tinggi di sana.

Beliau seorang reformis, pembaca kitab dan pengagum dua ulama besar Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Juga pengagum berat pemikiran pembaharuan Islam Syekh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Ia juga pembaca setia majalah Al-Manaar yang diterbitkan di Kairo oleh Rasyid Ridha, murid utama Abduh, yang berisi tulisan-tulisan mereka berdua, termasuk kitab tafsir kontemporer yang kemudian dikenal dengan Tafsir Al-Manaar.
BACA SELENGKAPNYA “Ahmad Surkati: Sang Reformis, Sang Pejuang”

Hukum Ziarah Kubur

Ziarah Kubur Hukumnya Sunnah

Oleh: Al-Ustadz Allamah Syekh Ahmad Surkati (1874-1943 M)

Diambil dari: Majalah Azzakhiratul Islamiyyah No. 2, Safar 1342 H

TANYA:

Bagaimana hukum Ziarah Kubur dalam pandangan agama atau syara’? Apakah sunnah, wajib, mubah, makruh atau haram? (AHMAD SJOEKRI, seorang murid Al-Irsyad School di Batavia yang berasal dari Lampung, pada 8 Zulqaidah 1341)

JAWAB:

Ahmad Surkati 220Hukum ziarah kubur adalah SUNNAH. Itu apabila ziarah dilakukan untuk merundukkan hati dengan melihat kubur serta ingat akan akhirat. Di samping itu, juga dengan komitmen tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan munkar, seperti: meratap, membakar dupa, memasang lampu, meminta syafaat atau barakah dari si mayit, shalat, mendirikan mesjid di atas kubur tersebut, membaca Al-Qur’an, memotong hewan, bernazar, dan perbuatan mungkar lainnya. Semua itu adalah perbuatan munkar, hanya saja tingkatannya ada yang makruh, ada yang haram, serta ada pula yang syirik dan jelas-jelas kufur.

Di atas disebutkan bahwa ziarah kubur yang terbebas dari segala perbuatan munkar hukumnya adalah sunnah, hal ini didasarkan sabda Nabi saw seperti yang dirawikan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya dari Zaid bin Sabit sebagai berikut:
BACA SELENGKAPNYA “Hukum Ziarah Kubur”

Debat Surkati dan Semaun

Debat Ahmad Surkati dan Semaun di Kongres Al-Islam

Syekh Ahmad Surkati
SYEKH AHMAD SURKATI

Di sela-sela Kongres Al-Islam I di Cirebon pada 1922, Syekh Ahmad Surkati, tokoh sentral pendiri Jum’iyyah (Perhimpunan) Al-Irsyad Al-Islamiyyah, mengadakan debat terbuka dengan Semaun, pemimpin Sarekat Islam Merah (komunis) kelahiran Mojokerto. Semaun di damping oleh sahabatnya, Hasan dari Semarang dan Sanusi dari Bandung. Sementara Syekh Surkati didampingi oleh Abdullah Badjerei (Jakarta) dan Umar Naji Baraba (Bogor).

Topik debat itu sekitar masalah Pan-Islamisme dan Komunisme, yaitu: Islam atau Komunisme yang bisa membebaskan negeri ini dari penjajahan?

Sebagai penganut Pan Islam, Surkati tentu saja berusaha meyakinkan Semaun, bahwa hanya dengan Islam dan persatuan Dunia Islam, negeri Indonesia ini bisa dimerdekakan. Sedangkan Semaun berpendapat bahwa komunisme lah yang mampu menghadapi kolonialisme Belanda. Dua jam lebih perdebatan itu berlangsung, namun tidak ada titik temu di antara mereka.
BACA SELENGKAPNYA “Debat Surkati dan Semaun”

Al-Irsyad di Indonesia

Perhimpunan Al-Irsyad di Indonesia

Oleh: Hamid Al-Anshari

SYEKH AHMAD SURKATI AL-ANSHARI
SYEKH AHMAD SURKATI AL-ANSHARI

Al-Irsyad adalah suatu pergerakan reformasi dan modernisasi Islam yang mengutamakan dakwah Islamiyah, dan bergerak terutama di bidang pendidikan dengan membawa faham baru dalam pengajaran Islam dan sosial-pedagogis berdasarkan Qur’an dan Hadits, yang dipelopori oleh Syekh Ahmad bin Muhammad Surkati Al-Anshari, seorang tokoh perintis, seorang ulama intelek yang bergelar “Syekh Al-Allamah” dari perguruan tinggi bergengsi di negeri Mekkah.

Beliau seorang tokoh Islam yang penuh semangat aktivisme, dari sejak sebelum berdirinya pergerakan Al-Irsyad. Beliau ini penyambung lidah masjarakat, yang sumber penghidupannya tidak tergantung kepada tangga birokrasi (feudal hierarchie) dari pemerintahan kolonial. Bahkan, beliau itu salah seorang yang tak segan-segan membentangkan perkara yang hak dan kebenaran, sebagaimana yang telah diucapkan oleh beliau dengan tegas, dalam suatu upacara jang dihadiri oleh pembesar-pembesar Belanda antara lain sebagai berikut:

“Ada beberapa orang yang menuduh kepada diri saya, bahwa saya ini memihak kepada Belanda. Sungguh, saya katakan terus terang di sini, saya ini tidak sekali-kali berpihak kepada orang-orang Belanda. Bahkan, saya ini sebagai seorang Muslim, lebih suka kepada saudara-saudaraku kaum Muslimin, kemudian kepada orang-orang Timur.”

Dan selain dari itu, beliau sering menyatakan kepada beberapa pembesar Belanda bahwa beliau selama hidupnya selalu menjauh dari orang-orang Eropa.

BACA SELENGKAPNYA “Al-Irsyad di Indonesia”