Rasyid Ridha Menolak Hadits Ahad Jadi Dasar Agama
Selain tegas menolak hadits-hadits Israilliyat, Ridha juga tegas dalam menolak hadits-hadits ahad qawliyah yang shahiih dan jauh dari pengaruh Israiiliyai untuk dijadikan dasar agama, khususnya yang berkenaan dengan akidah dan ibadah. Sebab, yang menjadi dasar agama itu menurut Ridha harus hadits-hadits ‘amaliyyah.
Dalam salah satu pernyataannya, Ridha menegaskan:
“Sesungguhnya sunnah Rasul yang wajib dijadikan dasar ikutan adalah yang menjadi amaliah dan tingkah laku beliau dan para sahabat utama beliau. Karena itu, tidak cukup kalau hanya berdasar pada hadis-hadis qawliyah.”[1]
Penegasan tersebut beliau perkuat lagi dengan pernyataan berikut ini:
“Karena itu, dasar agama adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul yang mutawatir, yaitu sunnah ‘amaliyyah, seperti bagaimana cara shalat dan melaksanakan ibadah haji, dan hadits-hadits qawliyyah tertentu yang dipegangi oleh mayoritas salafus saleh. Hadis-hadis ahad yang lain yang tidak qath’i riwayah (tidak tegas riwayatnya) atau tidak qath’i dilalah (tidak tegas pengertiannya) merupakan lapangan ijtihad.”[2]
Sejalan dengan sikapnya yang telah menolak hadis-hadis ahad untuk dijadikan dasar akidah, maka Ridha juga menolak hadis-hadis yang menyatakan bahwa “Maryam dan Isa tidak pernah disentuh setan”, atau “setan telah menyerah kepada Rasulullah saw.”, dan “beliau (Nabi saw.) telah berhasil menyingkirkan setan dari hati beliau”. Alasannya adalah, hadis-hadis tersebut masih termasuk klasifikasi informasi yang zhanni dan belum meyakinkan, sebab hadits-hadits itu adalah hadits-hadits ahad. Di samping itu, apa yang disebutkan dalam hadis-hadis tersebut berkenaan dengan alam gaib, dan memercayai atau meyakininya termasuk bagian akidah. Padahal informasi-informasi yang zhanni tidak dapat dijadikan dasar. Hal itu antara lain ditegaskan dalam surat Yunus (10) 36:
وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلاَّ ظَنًّا إَنَّ الظَّنَّ لاَ يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا إِنَّ اللّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ
“Dan kebanyakan mereka hanya mengikuti yang zhanni, (padahal) yang zhanni itu tidak sedikit pun berguna untuk memperoleh kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa saja yang mereka perbuat.”
Berdasarkan kenyataan dan firman Allah di atas, maka kita tidak dibebani (taklif) untuk mengimani isi hadits-hadits tersebut dalam akidah kita.[1]
* Diambil dari buku “RASYID RIDHA, Konsep Teologi Rasional dalam Tafsir al-Manar”, oleh: A. Athaillah, hal. 58-59, penerbit: Erlangga.
[1] Ibid, Jilid XXII, hal. 166.
[1] Rasyid Ridha, Majalah Al-Manar, jilid 10, hal. 852.
[2] Ibid, Jilid XXVII, hal. 616.
saya mendapatkan banyak sekali informasi dari artikel ini, thanks
thank you for information
kampus modern