Fatwa Solo dan Lahirnya Al-Irsyad Al-Islamiyyah di Batavia 1914

Oleh: Abdullah Abubakar Batarfie (Ketua Pusat Dokumentasi dan Kajian Al-Irsyad Bogor)

MADRASAH AL-IRSYAD SURABAYA – 1935

BAGI yang pernah merasakan hidup di negeri yang masih berstatus sebagai Hindia Belanda lebih dari 100 tahun lalu, tentu akan mengalami masa pengklasifikasian golongan penduduk yang didasarkan kepada stratifikasi sosial, dimana setiap orang tidak bisa sesukanya untuk “Berdiri sama tinggi, duduk sama rendah“. Sebuah peribahasa yang menggambarkan suatu kondisi yang setara, sama atau seimbang.

Ketidak setaraan itu berlaku pada semua sendi kehidupan masyarakat, baik dalam hal nasab (keturunan), pangkat (kedudukan) dan harta (kekayaan). Karena itu pula tidak semua anak-anak negeri memiliki hak untuk mendapatkan fasilitas pendidikan yang sama, Demikian pula dengan status sosial sesorang akan teridentifikasi dari gelar yang disandang dan pakaian yang dikenakan.

Gelar-gelar yang disandang, bahkan ada yang menggunakan dalih agama, dimana tidak sembarang orang menyematkan gelar itu di depan namanya. Meski tidak terancam dipidana, pakaian yang dikenakan pun disesuaikan dengan derajat para pemakainya.

BACA SELENGKAPNYA “Fatwa Solo dan Lahirnya Al-Irsyad Al-Islamiyyah di Batavia 1914”

Tokoh Peneguh Integritas Irsyadi Itu Kini Telah Pergi

Oleh: ABDULLAH ABUBAKAR BATARFIE (Ketua Pusdok Al-Irsyad Bogor)

Geys Amar, 17 Des. 2017 Muktamar Bogor2

Kabar duka cita datang dari mantan Ketua Umum PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah Bapak H. Geys Amar, SH. Ia dikabarkan meninggal dunia pada hari Senin kemarin (26/4/2021), sekitar pukul 15.00 WIB.

Kabar kepergian salah satu tokoh senior Al-Irsyad ini kontan mengundang banyak perhatian keluarga besar Al-Irsyad yang merasakan kehilangan akan sosoknya dengan berbagai ungkapan yang dirasakan.

Allahyarham Geys Machfudz Amar, SH wafat di Jember (Jawa Timur) dalam usia 78 tahun dan pada hari yang sama pula, tokoh besar Al-Irsyad itu dimakamkan tepat di hari yang sama beliau pergi meninggalkan kita semua untuk selama-lamanya, saat di mana kita umat Islam tengah melaksanakan ibadah shaum pada hari ke-14 bulan Ramadhan 1442 Hijriyah, bulan yang penuh rahmat dan ampunan di mana semua doa shoimiin insya Allah akan dikabulkan….Amiin.

Innalillahi wainna ilaihi raaji’un, Allahummaghfirlahu warhamhu wa ‘afihi wa’fu ‘anhu. Selamat jalan guru kami, bapak kami, paman kami dan panutan kami, AMI GEYS.
BACA SELENGKAPNYA “Tokoh Peneguh Integritas Irsyadi Itu Kini Telah Pergi”

Ahmad Surkati, Pejuang Sejati

AHMAD SURKATI, Pejuang Sejati

Oleh: Mansyur Alkatiri

Syekh Ahmad Surkati di Jubileum 1939

 

Ahmad Surkati sangat membenci penjajahan dan tidak mau umat Islam Indonesia diperbudak oleh orang-orang Belanda serta berupaya mengubah kondisi itu dengan menanamkan kesadaran pada segenap umat akan bahayanya penjajahan. Sikap anti penjajahan itu diperlihatkan dengan memperjuangkan persamaan derajat sesama manusia (Al-Musawa). Menurut Ahmad Soerkati, ”Mencapai kebebasan dari penjajahan tidak dapat diraih dengan jiwa yang rendah.” (Darmansyah, dkk. 2006, hal. 10-11).

Dalam sebuah ceramah terbuka di Surabaya pada 29 Desember 1928, yang dihadiri sekitar 700 warga Al-Irsyad dan umat Islam Surabaya, Syekh Ahmad Surkati menekankan pentingnya ilmu dipegang oleh orang-orang yang berani. Ia menyatakan, “Ilmu bagi manusia sama halnya seperti sebilah pedang, tak bisa memberi manfaat kecuali bila pedang itu ada di tangan orang yang berani mempergunakannya. Sebilah pedang dipegang oleh seorang penakut terhadap musuhnya, berarti senjata makan tuan”. Apa yang diucapkan Surkati itu di tengah maraknya gerakan kebangsaan Indonesia saat itu serta kondisi rakyat Indonesia sebagai rakyat jajahan, dapat kita tangkap sebagai sebuah pelajaran berharga bagi para hadirin.

Kepada para pemuda Jong Islamieten Bond, Surkati juga keras tegas mengajarkan keyakinan Qur’ani bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan bebas dan merdeka. Belanda bukan hanya menjajah fisik namun juga menindas harkat dan jiwa bangsa Indonesia. Surkati juga memberi kesempatan kepada pemuda-pemuda pergerakan nasional itu untuk menggunakan fasilitas pendidikan Al-Irsyad. Mereka pun secara berkala mengikuti ceramah dan kursus agama yang diadakan di gedung Al-Irsyad.
BACA SELENGKAPNYA “Ahmad Surkati, Pejuang Sejati”

Syekh Hasan Argubi

Syekh Hasan Argubi (1903-1953)

Oleh: Abdullah Batarfie  (ketua Pusdok Al-Irsyad Al-Islamiyyah Bogor)

Hasan Argobie

Ia adalah menantu tokoh terkemuka dan salah satu pendiri Al-Irsyad Syekh Umar bin Yusuf Manggus. Syekh Hasan Argubi adalah lulusan Madrasah Al-Irsyad Pekalongan yang menikah dengan Ibu Nonong Manggus. Ibu Nonong adalah tokoh dan aktivis Wanita Al-Irsyad di Jakarta.

Syekh Hasan Argubi menggantikan dan meneruskan jabatan mertuanya sebagai Kapten Arab yang berakhir pada 1931. Umar Manggus dilantik sebagai Kapten Arab Batavia pada 28 Desember 1902 dengan didampingi oleh Ali bin Abdullah bin Asir yang berkedudukan sebagai Letnan Arab.

Sebagaimana mertuanya, Hasan Argubi adalah pengikut setia Syeikh Ahmad Surkati dan selalu berada disampingnya hingga akhir hayat ulama besar itu. Ia mendarma-baktikan hidupnya dalam aktivitas dan perjuangan Al-Irsyad di segala medan dan situasi. 

BACA SELENGKAPNYA “Syekh Hasan Argubi”

Ahmad Surkati: Sang Reformis, Sang Pejuang

PEMBAHARU DI KANCAH PERJUANGAN BANGSA

Oleh: Mansyur Alkatiri

Syekh Ahmad Surkati asliSejarah umat Islam Indonesia, bahkan sejarah bangsa dan negara Indonesia, mungkin akan berbeda bila Syekh Ahmad Surkati tidak memutuskan hijrah ke negeri yang dulu dikenal dengan nama Hindia Belanda ini di tahun 1911. Ia menerima ajakan Jamiat Khair untuk pindah dari Mekkah, pusat Islam dunia, untuk memimpin sekolah-sekolah milik organisasi pendidikan modern tertua di Indonesia itu.

Keputusan itu mestinya sangat berat mengingat kedudukannya yang prestisius di Mekkah, sebagai seorang allamah dan mufti di kota suci itu, juga pengajar resmi di Masjidil Haram. Tak heran kalau sahabat dan saudaranya berusaha mencegahnya hijrah. Namun, Surkati menjawab dengan heroik, “Bagi saya, mati di Jawa dengan berjihad (berjuang) lebih mulia daripada mati di Mekkah tanpa jihad.”

Ahmad Surkati lahir pada 1875 di Dungulah, Sudan bagian utara. Ayahnya seorang ulama, lulusan Universitas Al-Azhar, Kairo. Ia pun sempat belajar di Al-Azhar, namun takdir Allah kemudian membawanya ke Mekkah dan Madinah, menimba ilmu di dua kota suci itu sampai meraih gelar dan kedudukan tinggi di sana.

Beliau seorang reformis, pembaca kitab dan pengagum dua ulama besar Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Juga pengagum berat pemikiran pembaharuan Islam Syekh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Ia juga pembaca setia majalah Al-Manaar yang diterbitkan di Kairo oleh Rasyid Ridha, murid utama Abduh, yang berisi tulisan-tulisan mereka berdua, termasuk kitab tafsir kontemporer yang kemudian dikenal dengan Tafsir Al-Manaar.
BACA SELENGKAPNYA “Ahmad Surkati: Sang Reformis, Sang Pejuang”

Syekh Abdul Aziz Ar-Rasyid, dari Kuwait ke Al-Irsyad

Syekh Abdul Aziz Ar-Rasyid, Pembuka Hubungan Al-Irsyad dan Kuwait

Oleh: ABDULLAH BATARFIE (Ketua Pusdok Al-Irsyad Al-Islamiyyah Bogor)

ABDUL AZIZ AR-RASYID AL-KUWAITI

Menteri Sosial Dr. Salim Segaf al-Jufri telah meresmikan pusat dakwah dan pendidikan Al-Irsyad Al-Islamiyyah di Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, pada Senin 6 Mei 2013. Proyek besar yang didanai pemerintah Kuwait melalui lembaga sosial Syuhada Kuwait ini bernama “Islamic Center Syuhada Kuwait Al-Irsyad Al-Islamiyyah”,  berdiri di atas tanah seluas sekitar dua hektare.

Pilihan Cipanas sebagai lokasi Islamic Center Syuhada Kuwait ini secara kebetulan memiliki jejak sejarah yang tidak dapat dipisahkan dari jejak Kuwait di Indonesia. Karenanya saya mencoba membuka lembaran jejak tersebut dalam sebuah biografi singkat Syekh Abdul Aziz Ar Rasyid, ulama asal Kuwait yang pernah tinggal di Indonesia hingga akhir hayatnya.

Al-Irsyad dan Kuwait memiliki hubungan kesejarahan yang kuat melalui ikatan persahabatan yang erat antara Syekh Ahmad Surkati, pendiri Al-Irsyad Al-Islamiyyah, dengan Syekh Abdul Aziz Ar-Rasyid, ulama dan tokoh pendidik asal Kuwait. Kedua orang ini telah mengabdikan dirinya dalam dakwah dan berjuang untuk menegakkan kembali kemurnian ajaran Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw., sampai harus meninggalkan negaranya jauh ke Indonesia.
BACA SELENGKAPNYA “Syekh Abdul Aziz Ar-Rasyid, dari Kuwait ke Al-Irsyad”

Revolusi Al-Irsyad di Indonesia

GERAKAN AL-IRSJAD DI INDONESIA

Oleh: Al-Ustadz Umar Nadji  (1900-1974)

(murid utama Syekh Ahmad Surkati, asal Bogor)

Sumber:Menjambut Seperempat Abad Pemuda Al-Irsjad 1964”, terbitan Pemuda Al-Irsjad Pekalongan, September 1964.

Kami diminta agar ikut menulis suatu karangan singkat mengenai Revolusi Al-Irsjad jang telah dilupkan oleh warganja sendiri.

Permintaan itu kami terima dengan gembira dan penghargaan tinggi oleh karena memperingati ulang tahun satu Gerakan jang besar djasanja tetapi tidak mendapatkan penghargaan sewadjarnja.

Walaupun waktu dan ruang jang diberikan kepada kami sempit, namun hasrat kami besar untuk memenuhi harapan pemuda (maksudnya: Pemuda Al-Irsjad) dengan maksudnja jang mulia itu.

Kota Pekalongan adalah Kota Perdjuangan jang utama, maka tidak heran kalau Pemuda-pemudanja mengangkat Pandji-pandji Perjuangan Pembangunan semesta dalam alam Demokrasi Terpimpin. Kami pertjaja mereka dapat mensukseskan Tjita-tjita, Prinsip, dan Tudjuan Al-Irsjad.
BACA SELENGKAPNYA “Revolusi Al-Irsyad di Indonesia”

Sejarah Singkat Al-Irsyad

SEJARAH SINGKAT AL-IRSYAD

Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah (Jam’iyat al-Islah wal Irsyad al-Islamiyyah) berdiri pada 6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H). Tanggal itu mengacu pada pendirian Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah yang pertama, di Jakarta. Pengakuan hukumnya sendiri baru dikeluarkan pemerintah Kolonial Belanda pada 11 Agustus 1915.

Tokoh sentral pendirian Al-Irsyad adalah al-‘Alamah Syeikh Ahmad Surkati, seorang ulama besar Mekkah yang berasal dari Sudan. Pada mulanya Syekh Surkati datang ke Indonesia atas permintaan perkumpulan Jami’at Khair –yang anggota pengurusnya terdiri dari orang-orang Indonesia keturunan Arab golongan sayyid, dan berdiri pada 1905. Nama lengkapnya adalah SYEIKH AHMAD BIN MUHAMMAD ASSOORKATY AL-ANSHARY.
BACA SELENGKAPNYA “Sejarah Singkat Al-Irsyad”