Panitia Pengusul Syaikh Ahmad Syurkati sebagai Pahlawan Nasional bekerjasama dengan Pusat Dokumentasi dan Kajian (PUSDOK) Al-Irsyad Bogor telah menggelar seminar perdana tentang Syaikh Ahmad Surkati, di JakBook, Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (17 Sept. 2019) kemarin. Seminar ini dilangsungkan sebagai sarana sosialisasi tentang ketokohan Syaikh Ahmad Surkati dan sekaligus untuk memenuhi syarat pengajuan pahlawan nasional.
Tim Pengusul Ahmad Surkati Pahlawan Nasional dibentuk oleh masyarakat sejarah dan ahli waris Syaikh Ahmad Surkati.
Seminar bertajuk “Syaikh Ahmad Surkati, Pejuang, Pendidik dan Pembaharu Islam” ini merupakan yang pertama dari serangkaian seminar yang dijadwalkan Tim Pengusul dan PUSDOK di beberapa kota. Seminar-seminar ini diharapkan makin membuka wawasan masyarakat tentang sosok besar Syekh Ahmad Surkati, baik sebagai pelopor utama pembaharuan Islam di Indonesia maupun sebagai guru spiritual para tokoh kemerdekaan negeri ini.
Seminar kali ini menghadirkan Dr Motoki Yamaguchi, peneliti Islam Asia Tenggara, sebagai nara sumber utama. Ia didampingi oleh Ir. Zeyd Amar, ketua Tim Pengusul Ahmad Surkati Pahlawan Nasional. Motoki banyak meneliti peran Syekh Ahmad Surkati dan pergerakan Al-Irsyad dalam pembaharuan Islam di Indonesia.
Seminar yang dihadiri oleh Ketua Dewan Syuro Al-Irsyad Al-Islamiyyah KH Abdullah Jaidi ini dihadiri oleh ratusan audiens, baik dari kalangan akademisi, mahasiswa, peminat sejarah Islam, pengurus PP Al-Irsyad, warga Al-Irsyad Jabodetabek, dan masyarakat umum.
KH Abdullah Jaidi sangat mengapresiasi insiatif untuk mengajukan Syaikh Ahmad Surkati menjadi Pahlawan Nasional, yang sudah lama menjadi harapan warga Al-Irsyad Al-Islamiyyah. “Semoga hal ini menjadi kenyataan,” katanya. Beliau sendiri saat ini duduk sebagai penasihat dalam Tim Pengusul Syaikh Ahmad Surkati Pahlawan Nasional, bersama budayawan Ridwan Saidi, Abud Hadiyanto dan H. Mahzum Baisa.
“Semoga seminar ini bisa membuka wawasan kita semua untuk makin mengetahui ketokohan Syaikh Ahmad Surkati, pendiri Al-Irsyad Al-Islamiyyah, yang turut berperan besar menjadi guru para pejuang kemerdekaan kita di masa penjajahan dulu,” katanya.
Dalam presentasinya, Motoki Yamaguchi menegaskan ketokohan Syekh Ahmad Surkati sebagai ulama pembaharu yang paling terkenal di Asia Tenggara. “Dalam karya ilmiah peneliti asing, Ahmad Surkati dianggap sebagai ulama pembaharu yang paling utama di Asia tenggara,” katanya.
Menurutnya, karangan Ahmad Surkati Al-Masa’il ath-Thalath (Tiga Persoalan), terutama bagian Ijtihad dan Taqlid, adalah topok terpenting di seluruh Dunia Islam dari akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20. “Di Indonesia, Ahmad Surkati telah mendiskusikan masalah itu secara rinci untuk pertama kali,” katanya.
Motoki menjelaskan, ciri khas pemikiran Surkati adalah Al-Musawwa, persamaan semua manusia, khususnya orang Islam. Ahmad Surkati menjelaskan arti al-musawwa dalam Surat al-Jawab (1915). Ahmad Surkati menekankan bahwa orang Arab dan pribumi itu sama derajatnya, yang membedakan hanyalah takwanya.
“Pemikiran Ahmad Surkati ini sangat berperan mendukung integrasi orang Arab dalam masyarakat Indonesia. Ia mengusahakan kerjasama dengan pribumi, dan di sekolah Al-Irsyad yang diasuhnya tidak membedakan murid pibumi dan Arab,” tegas Motoki.
Ketua Tim Pengusul Syaikh Ahmad Surkati Pahlawan Nasional Ir. Zeyd Amar juga menyorot prinsip Al-Musawwa yang ditegakkan oleh Ahmad Surkati. Menurutnya, Surkati sangat prihatin dan sedih melihat kondisi masyarakat Islam yang dijajah dan diperbudak oleh Belanda. “Maka beliau berupaya untuk merubah kondisi tersebut dengan memperjuangkan persamaan derajat (musawwa) sesama manusia di muka bumi sesuai dengan ajaran agama bahwa semua manusia mempunyai derajat yang sama, dan yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa,” katanya.
Ia menjelaskan, ketika itu pemerintah Hindia Belanda membagi warga di negara jajahannya menjadi empat kelas. Kelas tertinggi adalah orang-orang Eropa; kedua adalah orang-orang Indo (turunan campuran Eropa dengan pribumi); ketiga, orang-orang keturunan Timur Asing (Cina, Arab, India); dan terakhir orang-orang pribumi (Indonesia) yang dianggap paling rendah. Jadi, status kulit putih kedudukannya jauh lebih tinggi dari kulit berwarna.
Menghadapi situasi demikian, Syaikh Ahmad Surkati mendidik para muridnya untuk bersikap mandiri dan anti penjajahan. “Sikap ini ditanamkan kepada murid-murid sekolah Al-Irsyad, bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan bebas dan merdeka. Sebab menurut beliau, untuk mendapat kebebasan dari penjajahan tidak dapat digapai oleh jiwa yang rendah,” kata Zeyd Amar yang juga wakil ketua Pusat Dokumentasi dan Kajian (Pusdok) Al-Irsyad Bogor.
Jiwa nasionalisme dan anti penjajahan ini ditanamkan Syaikh Ahmad Surkati sejak dini dalam jiwa setiap anak didiknya. Karena itu, setiap awal tahun ajaran baru, para santri dihadapkan pada suatu komitmen mandiri oleh beliau: “Jika kalian sudah tamat dari madrasah Al-Irsyad ini, berkeinginan untuk menjadi pegawai pada salah satu kantor Pemerintah Hindia Belanda, maka bukanlah di madrasah ini kalian belajar. Jika benar keinginan kalian untuk menjadi pegawai Pemerintah, maka saya nasihatkan pada kalian supaya kalian benahi koper-koper kalian dan kembalilah ke tempat asal kalian masing-masing.”
Penyadaran akan pembebasan diri dari penjajah juga ditanamkan kepada pemuda-pemuda Islam pergerakan nasional yang tergabung dalam Jong Islamieten Bond (JIB), seperti H. Agus Salim, Kasman Singidimejo, Mohammad Roem, Mohammad Natsir, dan lain-lain. Syaikh Ahmad Surkati mempersilakan mereka menggunakan fasilitas Al-Irsyad untuk ceramah-ceramah dan kursus agama.
Di awal acara, ketua panitia seminar Abdurrahman Bafadhal menyampaikan tujuan diselenggarakannya acara seminar, yaitu untuk memperkenalkan seorang tokoh yang dilahirkan di tengah-tengah pusaran gerakan tajdid dan reformisme Islam di awal abad ke-20, Syaikh Ahmad Surkati, yang kemudian menjadi arus utama gerakan itu di Indonesia. Gerakan ini awalnya digagas oleh Sayyid Jamalaludin Al-Afghani di Timur Tengah, kemudian diimplementasikan oleh muridnya, Syaikh Muhammad Abduh menjadi sebuah gerakan pembaharuan pendididkan Islam yang diteruskan oleh Syaikh Muhammad Rasyid Ridho. “Dan Ahmad Surkati membawa faham dan gerakan ini ke Indonesia langsung dari sumber aslinya. Maka cendekiawan GF Pipjer dan Nurcholis Majid tegas mengatakan bahwa Al-Irsyad lah yang membawa pembaharuan Islam ke Indonesia secara genuine, dari sumber asalnya,” kata Abdurrahman, yang juga ketua PC Al-Irsyad Bogor.
* (MA)