AL-IRSYAD, LANDASAN DAN PENGERTIAN MABADI
Oleh: Geys Amar, SH (Ketua Umum PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah 1982-2000)
1. Pengertian dan Batasan
Kata mabadi’, tunggalnya mabda’, dalam bahasa Indonesia mempunyai makna: asas, sikap, prinsip, kaidah, landasan atau keyakinan. Sedang dalam bahasa Inggris, mabadi’ berarti: ideology, doctrine, believe.
Dari takrif di atas dapat ditarik batasan bahwa Mabadi Al-Irsyad merupakan hasil pemikiran mendasar berupa prinsip-prinsip, pokok-pokok dan landasan berpijaknya organisasi, sekaligus merupakan ideologi yang dipersiapkan dalam membentuk jiwa setiap irsyadi.
Prinsip-prinsip dan pokok-pokok yang menjadi landasan bagi organisasi dan sarana untuk membentuk jiwa dan kemudian mengatur itikad keagamaan para irsyadi dan irsyadiat, digali dari konsep gerakan pemurnian Islam yang diperjuangkan oleh Syekh Ahmad Surkati. Prinsip-prinsip pemurnian Islam tersebut secara ideologis dijabarkan dalam butir-butir prinsip perjuangan yang untuk pertama kali terdiri atas 5 (lima) butir.
Perjuangan pemurnian Islam yang digerakkan oleh Syekh Ahmad Surkati senantiasa dikaitkan secara ketat dengan materi yang terkandung dalam kelima butir mabadi tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dari praktik pendidikan Al-Irsyad yang dipimpinnya, dan kemudian gerakan pemurnian Islam yang diperjuangkan, dan juga tulisan-tulisannya yang senantiasa konsisten dengan pemikirannya tersebut.
Perubahan dan penambahan butir mabadi seperti yang terjadi kemudian sebagaimana dapat dibaca dalam sejarah perjalanan organisasi Al-Irsyad tidak mempunyai makna penting, karena esensi mabadi tersebut tetap tidak berubah.
2. Sekolah sebagai Tempat Persemaian Kader
Pada awal perkembangan Al-Irsyad, Mabadi diterapkan oleh Syekh Ahmad Surkati dalam lembaga pendidikan yang langsung dipimpinnya. Penerapan pada tahap awal dibatasi pada fungsi mencetak pendidik dan penganjur (dai/mubaligh). Sasaran perwujudan dan fungsi di atas adalah untuk mengatasi kebodohan dan kekurangan tenaga pemimpin dalam masyarakat pada masa itu.
Menurut sumber lain disebutkan bahwa Syeikh Ahmad Surkati menyatakan Al-Irsyad adalah at-ta’lim. Penekanan tersebut untuk menunjukkan bahwa kebodohan dan keterbelakangan yang terjadi dalam masyarakat hanya dapat diperangi dengan pendidikan.
Satu strategi jitu, bahwa pendidikan yang dipimpinnya mempunyai tujuan ganda: memerangi kebodohan dan melawan kerusakan masyarakat yang dirasuk oleh berjalannya tradisi tafadhul, konsepsi kemasyarakatan yang mengagungkan asal-usul keturunan, dan merendahkan ilmu dan orang yang berpendidikan.
Penanggulangan keadaan tersebut ditangani dengan sungguh-sungguh dan secara konsepsional, berpijak pada Mabadi. Satu cara yang ditunjukkan oleh Syeikh Ahmad Surkati kepada generasi penerusnya, bahwa Al-Irsyad sebagai organisasi sebenarnya telah dipersiapkan dengan seperangkat ideologi sebagai pedoman dalam menangani tugas-tugasnya dalam masyarakat, berupa butir-butir yang tersusun dalam Mabadi Al-Irsyad.
Bahwa kemudian butir-butir Mabadi tersebut dicampakkan, dan diganti pelajaran Kealirsyadan yang jiwa dan konsepsinya jauh dari Mabadi yang didasarkan pada konsepsi perjuangan pemurnian Islam, adalah kenyataan yang patut disesalkan.
Tidak dipahaminya Mabadi Al-Irsyad oleh para irsyadi dan irsyadiat telah menyebabkan mereka kehilangan pegangan dalam perjuangannya, seraya mencari-cari pegangan lain yang dirasa cocok untuk mengantarkannya mencapai keberhasilan. Suatu yang justeru jauh panggang dari api dan terus akan membawa nestapa yang berkepanjangan.
Kenyataan di atas tidak dimaksudkan untuk mengkultuskan Mabadi Al-Irsyad dan menempatkannya sebagai azimat yang luar biasa. Mabadi dalam konsepsinya yang awal maupun perubahannya kemudian adalah pedoman yang sepenuhnya disusun berdasarkan jiwa Al-Qur’an dan Al-Sunnah, mewujudkan kemurnian Islam.
Kita menyaksikan zaman keemasan Al-Irsyad, di mana tokoh dan ulamanya begitu dominan berperan dalam masyarakat, suatu bukti sejarah betapa pendidikan yang dilandasi dengan Mabadi Al-Irsyad telah mampu mengantar para lulusannya dengan predikat di bidangnya dan sekaligus dijiwai dengan pedoman yang bersih dari syirik dan bid’ah.
Yang menjadi pertanyaan sekarang, bagaimana usaha yang harus ditempuh untuk menerapkan Mabadi sebagai materi yang mampu menjiwai para guru dan sebagai kurikulum dalam pelajaran di sekolah-sekolah Al-Irsyad?
Tahap pertama: Menjadikan para pendidik/tenaga pengajar sekolah sebagai inti yang harus memahami Mabadi dan mempraktekkannya dalam keseharian hidupnya. Dari upaya ini diharapkan sekolah-sekolah Al-Irsyad mendapat semangat baru dan mampu bangkit dengan baik.
Tahap kedua: Menyiapkan operasionalisasi materi sebagai mata pelajaran. Menyusun kurikulum dan kelengkapan instruksional pendidikan lainnya.
Tahap ketiga: Mencetak murid-murid bermutu yang dapat menerapkan Mabadi Al-Irsyad dalam dirinya yang kemudian mampu menjabarkannya dalam masyarakat.
Dengan demikian, Mabadi Al-Irsyad diharapkan dapat menjadi bagian pelajaran di sekolah-sekolah Al-Irsyad dan mempunyai tempat penerapannya secara nyata. Sekaligus merupakan pedoman untuk menjawab pertanyaan masyarakat tentang konsepsi Mabadi Al-Irsyad yang benar.
Dari uraian di atas, kiranya menjadi penting bagi Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyyah untuk mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
- Mengukuhkan nama pedoman dasar yang diuraikan dalam tulisan ini dengan nama resmi “Mabadi Al-Irsyad”.
- Selanjutnya menghapus terminology “ke-Al-Irsyadan” yang selama ini banyak dipakai.
- Menjadikan Mabadi Al-Irsyad sebagai mata pelajaran yang dinamis dan hidup di sekolah-sekolah Al-Irsyad.
- Memberikan pelatihan kepada para pengajar/guru dan menyebar luaskan materi Mabadi Al-Irsyad kepada seluruh jajaran organisasi dan para irsyadi dan irsyadiat.
- Menyiapkan kurikulum pendidikan dan kelengkapan instruksional lainnya.
Sumber: Majalah MABADI, terbitan PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah, Edisi I, Agustus 2005
(Bersambung)
Bangkitlah Al Irsyad Al Islamiyyah .