Ahmad Surkati Dirikan Madrasah Al-Irsyad

AHMAD SURKATI, Pembaharu & Pemurni Islam di Indonesia (4)

Oleh: Prof. Dr. Bisri Affandi, MA

SYEKH AHMAD SURKATI di antara Para Sahabatnya
SYEKH AHMAD SURKATI di antara Para Sahabatnya

Di saat-saat menyedihkan itu, para pemuka masyarakat Arab Jakarta dari golongan non-Alawi, Umar Manggusy serta dua sahabatnya, Saleh Ubaid dan Said Salim Masy’abi, menemui Ahmad Surkati dan memintanya untuk tidak kembali ke Makkah. Utusan yang dipimpin Umar Manggusy[1] ini mengajak Ahmad Surkati pindah dari Pekojan ke Jati Petamburan dan mempercayakan padanya untuk memimpin madrasah yang mereka dirikan.

Ahmad Surkati menerima ajakan dan permintaan itu. Bertepatan dengan 1Syawal 1332 H atau 6 September 1914 pula secara resmi Ahmad Surkati membuka serta memberi nama sekolah itu Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah. Bersamaan dengan pembukaan madrasah itu, dia juga menyetujui didirikannya jam’iyah yang akan menaunginya. Jam’iyah itu ia namakan “Jam’iyah al-Islah wa Al-Irsyad al-Arabiyah”.

Jam’iyah itu pada tanggal 11 Agustus 1915 memperoleh pengakuan rechtspersoon (status badan hukum) dari pemerintah Belanda. Namun, menurut Husein Abdullah bin Aqil Bajerei[2], walau pengakuan badan hukum itu keluar 11 Agustus 1915 tapi sebagai jam’iyah Al-Irsyad mencatat hari dan tanggal kelahirannya bersamaan dengan resmi dibukanya madrasah Al-Irsyad yang pertama di Jati Petamburan, Jakarta, pada hari Ahad 15 Syawal 1332 H (6 September 1914).

Bagi pemuka-pemuka Arab yang bukan dari golongan Alawi, keluarnya Ahmad Surkati dari Jamiat Khair dipandang sebagai awal kebangkitan dan perjuangan memperoleh persamaan derajat serta keadilan. Sebab itu, mereka menyebut perpisahan Ahmad Surkati dengan Jamiat Khair sebagai “perpisahan di jalan Allah”.[3]

Tampilnya Ahmad Surkati sebagai pimpinan Madrasah Al-Irsyad dan dukungan terhadap berdirinya Jam’iyah Al-Irsyad menambah luasnya pembicaraan orang sekitar fatwa tentang sahnya nikah seorang sayidah atau sharifah dari golongan Alawi, dengan pria dari golongan lain. Pembicaraan itu bukan saja hanya dari mulut ke mulut tapi juga telah dijadikan bahan pemberitaan koran-koran yang beredar.

Bahkan, karenanya pula pimpinan surat kabar Suluh Hindia, HOS Tjokroaminoto, secara khusus mengajukan pertanyaan-pertanyaan sekitar fatwa itu dan meminta Ahmad Surkati menjelaskan dasar hukum serta contoh-contohnya.[4] Menghadapi kesimpang-siuran fatwa dan permintaan Suluh Hindia, Ahmad Surkati yang sejak mula tidak menghendaki persoalan tersebut jadi bahan perdebatan dan perselisihan terbuka, menerbitkan risalah yang berjudul Surat al-Jawab.[5]

Garis besar Surat al-Jawab antara lain: pertama, ajakan untuk mengikuti dan tunduk pada hukum Allah. Kedua, keputusan-keputusan hukum yang dilaksanakan oleh Rasulullah dan diikuti para sahabat harus diteladani. Dalam hal ini Ahmad Surkati memberikan contoh yang didalamnya terlihat jelas bahwa pemahaman tentang kafa’ah bukanlah seperti pendirian golongan Alawi.

Di lain pihak, walau Surat al-Jawab itu belum sampai tersebar luas, kalangan Ba Alawi yang dipelopori Ali Ba Alawi telah melancarkan reaksi yang cukup keras, yang bukan saja ditujukan pada Ahmad Surkati tapi juga pada Al-Irsyad. Mereka menuduh Ahmad Surkati sebagai pemecah belah golongan Arab dan meremehkan adanya ahl al-bayt (pewaris Nabi Muhammad saw.). Untuk kepentingan itu golongan Alawi menerbitkan dua surat kabar yang mereka beri nama Al-Iqbal dan Hadramaut. Dengan dua media itu mereka menyebarkan kecaman dan fitnah pada Ahmad Surkati dan Al-Irsyad.[6]

Meski hasutan dan fitnah terus dilancarkan, namun Ahmad Surkati secara pribadi tidak melayaninya. Menurut dia, Surat al-Jawab tidak dimaksudkan untuk konfrontasi dengan golongan Alawi, tapi memenuhi permintaan surat kabar Suluh Hindia. Walau demikian, secara diam-diam dan hanya untuk kepentingan kalangan Irsyadi, ia menulis dua risalah lagi.

Risalah pertama berjudul Tawjih al-Ikwan la Adab al-Qur’an, yang berisi berbagai argumentasi tambahan terhadap pendirian-pendiriannya di dalam Surat al-Jawab.[7] Dan risalah kedua yang tanpa judul, berupa jawaban atas pertanyaan dari Al-Aydarus, asal Banjarmasin, tentang beberapa istilah yang tercantum dalam Surat al-Jawab.[8]

Adapun tokoh Irsyadi yang tampil mengadu argumentasi secara terbuka menghadapi tokoh Alawi, Abdullah bin Muhammad Sadaqah Zaydi Dahlan yang menulis buku Irsal al-Shihab ala Surat al-Jawab, adalah Ahmad bin al-Aqib al-Ansari. Dia, dalam rangka mempertahankan Surat al-Jawab, di tahun 1917 menulis buku tebal berjudul Kitab Fasl al-Khitab Fi Ta’yid Surat al-Jawab.

Di lain pihak, Ahmad Surkati makin terpacu bekerja lebih keras bersama pendukung-pendukungnya demi menumbuhkan dan mengembangkan usaha pendidikan yang bernaung di bawah Jam’iyat Al-Irsyad. Itu sebabnya, sampai tahun 1918 hasutan dan fitnah dari kaum Alawi tidak menghambat pertumbuhan dan perkembangan Al-Irsyad. Bahkan mengangkat gerakan Al-Irsyad makin terkenal dan berkembang pesat, bukan hanya di Jawa, tapi juga di luar Jawa, di Lampung dan Palembang.[9]

Murid Madrasah Al-Irsyad makin bertambah banyak, demikian pula ruang lingkup pengaruhnya di daerah-daerah. Di saat demikian itulah Ahmad Surkati yang mendapat tanggungjawab di bidang pendidikan Irsyadi[10] dan sering melakukan perjalanan untuk pembinaan dan inspeksi, bisa bertemu tokoh-tokoh pergerakan Islam seperti KH Ahmad Dahlan, KH Agus Salim, dan A. Hassan.

Bagi para pemuka dan warga Al-Irsyad, Ahmad Surkati adalah tokoh yang tak bisa dipisahkan dari pergerakan organisasi ini. Penghayatan seperti itu pernah diungkapkan Husein bin Abdullah bin Agil Bajerei, bahwa:

“…. Sampai sekarang pun dan sampai kapan pun nama itu tidak akan bisa dan tidak akan mungkin dipisah-pisahkan dengan Al-Irsyad. Surkati adalah Al-Irsyad. Al-Irsyad adalah Surkati.”[11]

FOOTNOTE:

[1] Syekh Umar Manggusy dikenal sebagai Kapten Arab (seperti kepala desa yang bertugas mengurusi penduduknya).

[2] Husein Abdullah Badjerei, Muhammadiyah Bertanya Surkati Menjawab, Yayasan Lembaga Penyelidikan Ilmu-ilmu Agama Islam dan Da’wah, Salatiga, 1985, hal. 6-7; Cf. Suara Al-Irsyad, No. 8, th. X/81, hal. 16.

[3] DPP Al-Irsyad, Seri 2, hal. 6.

[4] Sulaiman Naji, Tarikh, I, hal. 44, “Surat al-Jawab” dimuat dalam Suluh Hindia, 28 Oktober 1915; Lihat pula Ahmad bin Mahfoed, Menjelang 60 Tahun Berdirinya Yayasan Perguruan Al-Irsyad, Yayasan Perguruan Al-Irsyad Surabaya, 1981, hal. 18 dan 19.

[5] Naji, hal. 44-56.

[6] Lihat Bisri Affandi, hal. 119-120; Sulaiman Naji, Tarikh, I, hal. 62; Lihat pula Ahmad Mahfoed, hal. 22; Shalah al-Bakri, hal. 262. Ada bukti bahwa Ahmad Surkati membela ejekan-ejekan dari golongan Alawi mengenai kehidupannya sebagai guru, lihat Ibid, hal. 271-272.

[7] Risalah ini dapat dilihat dalam Ahmad bin al-Aqib, Fasl al-Khitab fi Ta’yid Surat al-Jawab, t.p. Batavia, 1336 H/1917, hal. 62-68.

[8] Ibid, hal. 44-51.

[9] Mengenai perkembangan Al-Irsyad, termasuk pendidikan, lihat Affandi, op. cit., hal. 51-58.

[10] Ahmad Surkati diserahi tugas melaksanakan pendidikan Irsyadi, sedangkan organisasi Al-Irsyad diserahi tugas menanggung biaya dan sarana pendidikan, lihat al-Yafi’i, op. cit., hal. 257, lihat pula Anggaran Dasar Al-Irsyad yang pertama, pasal 11, ibid, hal. 257-58.

[11] Siaran Majlis Da’wah I, hal. 4.

BACA JUGA:

SYAIKH AHMAD SURKATI, Pembaharu dan Pemurni Islam di Indonesia (3)
SYAIKH AHMAD SURKATI, Pembaharu dan Pemurni Islam di Indonesia (2)
SYAIKH AHMAD SURKATI, Pembaharu dan Pemurni Islam di Indonesia (1)

 

2 thoughts on “Ahmad Surkati Dirikan Madrasah Al-Irsyad

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *