Diskusi Ali Ahmad Baktsir, Pejuang Indonesia di Bumi Mesir

Ali Ahmad Baktsir, diskusi Pusdok Bogor 21 April 2018

Pusat Dokumentasi dan Kajian (Pusdok) Al-Irsyad Al-Islamiyyah Bogor telah sukses menggelar diskusi tentang ketokohan Ali Ahmad Baktsir, di Kantor Sekretariat PC Al-Irsyad Bogor, Empang, Kota Bogor, Sabtu 21 April 2018 malam.

Diskusi yang menyedot perhatian puluhan warga Al-Irsyad Bogor dan Jakarta serta masyarakat umum ini diisi oleh nara sumber Nabil Abdul Karim Hayaze, direktur Menara Center, dan Dr. Zeffry Alkatiri dari Fakultas Budaya Universitas Indonesia, dengan dimoderatori oleh Mansyur Alkatiri.

Diskusi yang bertema “Karya Sastra dan Perjuangan Ali Baktsier, Tokoh Dibalik Lahirnya Pengakuan Mesir dan Liga Arab terhadap Kemerdekaan Indonesia” ini merupakan diskusi perdana Pusdok Al-Irsyad Al-Islamiyyah Bogor yang diketuai oleh Abdullah Batarfi.

Topik tentang Ali Baktsir ini diangkat mengingat perannya yang begitu besar dalam proses pengakuan kedaulatan RI oleh negara-negara Arab, bukan hanya Mesir. Dan, seperti dinyatakan oleh Nabil Hayaze, dengan adanya pengakuan itu maka Indonesia secara de jure adalah negara berdaulat. Selain Mesir dan Liga Arab, pengakuan juga datang dari Arab Saudi, Lebanon, Syria, Irak, Yaman dan Afghanistan. Sementara negara-negara Barat baru mengakui kemerdekaan Indonesia setelah 1949, menyusul pengakuan kedaulatan oleh Belanda.

Diskusi Ali Ahmad Baktsir, 21 April 2018 - Nabiel cs

“Pengakuan itu membuat masalah Indonesia menjadi masalah Internasional, dan posisi Indonesia menjadi setara dengan Belanda sebagai sebuah negara yang berdaulat. Pengakuan oleh Mesir dan Liga Arab ini telah mengundang keterlibatan pihak lain termasuk PBB dalam penyelesaian masalah Indonesia,” kata Nabiel.

Ali Ahmad Baktsir (atau Bakatsir) lahir di Surabaya dari keluarga peranakan Arab pada tahun 1910. Di usia 10 tahun (1920) ia dibawa ayahnya ke Hadramaut (Yaman) untuk belajar agama Islam dan Bahasa Arab di kota Seiyun. Di Seiyun ini bakatnya sebagai penyair terasah kuat dan mulai bersinar. Ia pun menjadi pengajar di sana.

Ia kemudian pindah ke kota Aden pada 1932, masih di Yaman, lalu ke Somalia, Ethiopia, and kemudian menetap di Hijaz (Arab Saudi). Tahun 1934 ia pindah ke Mesir.

Selama karirnya sebagai sastrawan, ia sudah menulis sekitar 200 buku, yang kebanyakan buku-buku syair dan naskah drama, dan menjadikannya sebagai pelopor pelopor sastra drama Arab.

Selama di Yaman, Hejaz dan Mesir, ia tidak pernah melupakan Indonesia. Ia terus menjalin komunikasi dengan banyak sahabat dan familinya di Indonesia, sehingga ia banyak mendapatkan informasi tentang kondisi di negara kelahirannya itu, terutama tentang perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia terhadap penjajahan Belanda dan Jepang.

Diskusi Ali Ahmad Baktsir, 21 April 2018 - pesertaMenurut Dr. Zeffry Alkatiri, ikatan kuat Ali Baktsir dengan Indonesia ini tidaklah mengherankan karena itu memang banyak dianut oleh hampir semua peranakan Arab yang lahir di Indonesia di masa-masa itu. Ia mencontohkan para aktifis peranakan Arab lainnya seperti AR Baswedan, Hosein Bafaqih dan lain-lainnya. “Dalam banyak tulisan di berbagai surat kabar, mereka menegaskan identitas mereka sebagai bagian dari bangsa Indonesia dan berjuang bersama seluruh elemen bangsa Indonesia lainnya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia,” kata Zeffry.

Di Mesir ini Ali Baktsir aktif menulis tentang Indonesia di media Mesir, hingga perjuangan bangsa Indonesia menjadi topik utama di media-media massa Mesir. Salah satu karya heroiknya adalah Audatul Firdaus au Istiqlalu Indonesia (Kembalinya Surga atau Kemerdekaan Indonesia), sebuah novel drama roman politik dengan perjuangan trio Sukarno, Hatta dan Syahrir dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dan karena Mesir merupakan pusat Dunia Arab dan menjadi markas Liga Arab, maka tulisan-tulisan Baktsir pun menyebar cepat ke banyak negara Arab lainnya.

Ia juga menggubah lagu Indonesia Raya ke dalam Bahasa Arab menurut irama yang asli, dan lagu itu menjadi sangat popular di kalangan perkumpulan para pemuda muslim dari berbagai negara di Mesir. Lagu itu dan berbagai syair Ali Bakatsir mampu “menyihir” rakyat dan pemerintah Mesir hingga tergerak emosinya mendukung Revolusi Indonesia.

Peran besarnya itu membuat Presiden Soekarno menganugerahkan Medali/Bintang Kehormatan Republik Indonesia atas jasa-jasanya di bidang seni sastra di dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, yang disematkannya sendiri saat beliau berkunjung ke Mesir.*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *