GERAKAN AL-IRSJAD DI INDONESIA
Oleh: Al-Ustadz Umar Nadji (1900-1974)
(murid utama Syekh Ahmad Surkati, asal Bogor)
Sumber: “Menjambut Seperempat Abad Pemuda Al-Irsjad 1964”, terbitan Pemuda Al-Irsjad Pekalongan, September 1964.
Kami diminta agar ikut menulis suatu karangan singkat mengenai Revolusi Al-Irsjad jang telah dilupkan oleh warganja sendiri.
Permintaan itu kami terima dengan gembira dan penghargaan tinggi oleh karena memperingati ulang tahun satu Gerakan jang besar djasanja tetapi tidak mendapatkan penghargaan sewadjarnja.
Walaupun waktu dan ruang jang diberikan kepada kami sempit, namun hasrat kami besar untuk memenuhi harapan pemuda (maksudnya: Pemuda Al-Irsjad) dengan maksudnja jang mulia itu.
Kota Pekalongan adalah Kota Perdjuangan jang utama, maka tidak heran kalau Pemuda-pemudanja mengangkat Pandji-pandji Perjuangan Pembangunan semesta dalam alam Demokrasi Terpimpin. Kami pertjaja mereka dapat mensukseskan Tjita-tjita, Prinsip, dan Tudjuan Al-Irsjad.
Untuk menilai suatu Revolusi haruslah diketahui keadaan masjarakat sebelum mengalami Revolusi itu, guna mengetahui perobahan apakah jang telah dihasilkan.
Baiklah sekarang kita tindjau keadaan masjarakat Islam Indonesia sebelum lahirnja gerakan Al-Irsjad.
Pada permulaan abad kedua puluh, umat Islam Indonesia ada di dalam keadaan gelap gulita, baik politis maupun agamis. Tekanan-tekanan pendjadjahan dan kesesatan beragama meradjalela. Adjaran-adjaran Islam jang sedjati tertutup dengan kabut jang tebal sekali.
Orang jang berani mengganggu keadaan lama, berusaha menggantinja dengan keadaan baru terantjam djiwanja oleh petualang-petualang agama. Agama jang berlaku ialah agama adat istiadat, agama tradisi dan upatjara-upatjara jang diwarisi dari nenek mojang. Masjarakat Islam hidup di bawah dua tekanan pendjadjahan.
Pendjadjahan materi jang memperbudak djasmani mereka dan pendjadjahan rohani jang memperhambakan djiwa manusia dengan adjaran-adjaran tachajul dan churofat.
Kedua matjam pendjadjahan itu sangat berbahaja bagi perkembangan akal pikiran manusia.
Pimpinan jang sesat mendjadikan agama bahan pentjaharian dan perdagangan serta mentjari penghormatan dan kedudukan.
Pedoman Tauhid ialah pokok pertama dari agama Islam. Harus ada garis demarkasi jang djelas antara Tauhid dan Sjirik.
Segala permohonan, keluhan dan isti’anah harus ditudjukan langsung kepada Allah jang Maha Esa dan Maha Kuasa.
Kaum musjrikin selalu mengangkat perantara antara mereka dengan Allah di dalam suka maupun duka. Perbuatan ini mendjerumuskan mereka ke dalam api neraka.
Untuk pendjelasan selandjutnja tentang masjarakat Islan dan pimpinannja di Indonesia baiklah kami kutip petikan dari surat Presiden Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno kepada alm. Al-Ustadz Hasan Bandung:
“Masjarakat Islam di Indonesia kolot bin kolot. Semuanja mentaqlid sadja sonder tahu sendiri apa-apa jang pokok. Kitab fiqih itulah jang mereka djadikan pedoman hidup, bukan kalam Ilahi sendiri.”
“Kita rojal sekali dengan perkataan ‘Kafir’, kita gemar sekali mentjap segala barang jang baru dengan tjap ‘Kafir’. Pengetahuan Barat kafir, radio dan kedokteran kafir, pantalon dan dasi dan topi kafir, sendok dan garpu dan korsi kafir, tulisan latin kafir. Ja, pergaulan dengan bangsa jang bukan Islam, kafir.”
“Padahal apa-apa jang kita namakan Islam itu bukan roh Islam jang berkobar-kobar, bukan api Islam jang menjala-njala, bukan amal Islam jang mengagumkan, tetapi…. dupa dan djubah. Astaghfirullah! Inikah Islam? Inikah agama Allah?”
Seterusnja beliau berkata:
“Alhamdulilah kemudian sudah banjak jang mulai luntur kekolotannja dan kedjumudannja. Kini mereka tak mau mengekor sadja lagi kepada kekolotannja, kedjumudannja, kemesumannja (karena azimat-azimat, tangkai-tangkai, dan keramat-keramat), dan mulailah hatinja terbuka buat agama jang hidup.”
Dengan gambaran jang benar dan tepat oleh Bung Karno mengenai suasana keagamaan waktu itu, dapatlah kita menilai betapa besar djasa perdjuangan progresif Al-Irsjad.
Allah telah menakdirkan kedatangan ke Indonesia seorang dari Mekkah asal dari Sudan untuk beroperasi menghidupkan kembali adjaran-adjaran Islam jang murni dan melindungi umat Islam dari petualang-petualang agama.
Siapakah jang tidak mengenal nama Sjech Achmad Surkati?
Pada tahun 1914 organisasi Al-Irsjad resmi berdiri dengan program kerdjanja di bidang Pendidikan dan Pengadjaran.
Dengan serentak penghalang-penghalang kemadjuan bangkit melawan berdirinja sekolah-sekolah itu. Achirnya dua golongan pro dan kontra berhadapan satu dengan jang lain. Kaum Progresif Al-Irsjad ingin membela dan mempertahankan hak dan kebenaran sedangkan jang lain ingin mempertahankan kepentingan pribadi dan kedudukannja.
Bentrokan ini meminta pengorbanan djiwa raga dan harta benda sepandjang masa pergolakan jang tjukup lama dan achirnja kemenangan ada di fihak jang benar.
Memang tepat sekali Revolusi Al-Irsjad ditjetuskan di tengah-tengah masjarakat jang sesat dan kolot.
Revolusi Islam pun demikian pula. Pertama-tama menaklukkan bangsa jang sesat penghalang dari segala perobahan dan kemadjuan, kemudian Islam berkembang dengan lantjar.
Sekolah-sekolah Al-Irsjad telah berdjuang keras dalam lapangan pendidikan membersihkan alam fikiran dari churofat dan tachajul, memerdekakan manusia dari perbudakan djiwa dan pendjadjahan rohani, dan bersama organisasi-organisasi lain jang progresif berhasil mentjiptakan satu generasi baru jang kuat jang dapat mengambil bagian dalam Revolusi Nasional. *
(Bogor, Agustus 1964)