Petunjuk Rasulullah tentang Shalat Id

HSA ALHAMDANIOleh: Ustadz Said Thalib al-Hamdani (1903-1983)

Ulama kelahiran Kuala Kapuas (Kalteng) yang kemudian pindah dan meninggal di Pekalongan ini adalah salah satu murid takhasus Syekh Ahmad Surkati. Beliau salah satu ahli fikih besar Al-Irsyad yang lama menjadi ketua Majelis Ifta’ wa Tarjih DPP Al-Irsyad Al-Islamiyyah sampai akhir hayatnya, dan penulis puluhan buku tentang fiqih.

Di antara petunjuk yang diberikan Rasulullah saw. dalam mengerjakan shalat Idul Fitri ialah bahwa sebelum berangkat ke tempat shalat (mushalla) beliau memakan kurma dengan bilangan yang ganjil, sedang pada waktu shalat Idul Adha beliau tidak makan apapun sampai pulang ke rumah.

Rasulullah mengakhirkan shalat Idul Fitri untuk memberi kesempatan yang longgar dalam memberikan zakat fitrah, dan beliau menyegerakan shalat Iedul Adha untuk melapangkan waktu menyembelih kurban.

BACA SELENGKAPNYA “Petunjuk Rasulullah tentang Shalat Id”

Al-Qur’an Mukjizat Abadi

muhamad abduh mukaOleh: Syekh Muhammad Abduh (1849-1905)

Syekh Muhammad Abduh adalah pemikir besar Mesir dan pelopor gerakan Reformisme Islam di masanya. Ia merupakan guru ideologis para pembaharu (reformis) di seluruh Dunia Islam di masanya dan masa sesudahnya, termasuk Syekh Ahmad Surkati dan KH Ahmad Dahlan. Dua karya utama beliau: Tafsir Al-Manar dan Risalah Tauhid menjadi buku pegangan utama di Madrasah Al-Irsyad yang didirikan Syekh Ahmad Surkati dulu).

Telah datang kepada kita suatu berita yang mutawatir, yang tidak diragukan lagi kebenarannya, bahwa Nabi Muhammad saw. dibesarkan sebagai seorang ummi. Dan, merupakan pula suatu berita yang mutawatir bagi seluruh bangsa-bangsa di dunia, bahwa beliau datang membawa suatu Kitab Suci yang diturunkan kepada beliau, bahwa Kitab itu adalah Al-Qur’an yang dituliskan dalam mushaf-mushaf yang terpelihara dalam dada semua orang Islam yang mementingkan untuk menghafalnya sampai dewasa ini.

Al-Qur-an adalah Kitab yang mengandung berita bangsa-bangsa yang telah silam, yang dapat dijadikan contoh dan perbandingan bagi umat yang hidup sekarang dan yang akan datang, memuat berita pilihan yang dipastikan kebenarannya, dan sebaliknya menghilangkan yang batil-batil yang bercampur-aduk dengan bermacam-macam khurafat. Tegasnya, memilih berita-berita yang berguna untuk dijadikan teladan perbandingan.
BACA SELENGKAPNYA “Al-Qur’an Mukjizat Abadi”

Hukum Shalat Witir

HSA ALHAMDANIOleh: Ustadz Said Thalib Al-Hamdani (1903-1983)

Ustadz Said Thalib Al-Hamdani adalah ulama kelahiran Kuala Kapuas (Kalteng) yang kemudian pindah dan meninggal di Pekalongan ini adalah salah satu murid takhasus Syekh Ahmad Surkati. Beliau salah satu ahli fikih besar Al-Irsyad yang lama menjadi ketua Majelis Ifta’ wa Tarjih DPP Al-Irsyad Al-Islamiyyah sampai akhir hayatnya, dan penulis puluhan buku tentang fiqih.

Nama witir, tahajud, shalat malam (shalat lail) dan shalat tarawih sebenarnya sama. Istilah ini dipergunakan untuk menyebut shalat-shalat sunnah yang dikerjakan pada malam hari, antara waktu isya sampai fajar. Perbedaannya hanyalah pada waktunya saja. Dinamakan Shalat Lail karena dikerjakan pada malam hari, dinamakan tahajud karena dikerjakan pada pertengahan malam atau akhir malam, dinamakan tarawih karena orang-orang yang mengerjakan beristirahat (yatawarrahun) setiap antara dua kali salam, dan dinamakan shalat witir karena dikerjakan dengan bilangan yang ganjil.

Hukum Shalat Witir

Rasulullah saw. tidak mengerjakan shalat sunnah secara terus-menerus seperti membiasakan shalat witir dan shalat fajar. Rasulullah selalu mengerjakannya baik sewaktu menetap di dalam kota ataupun sewaktu sedang bepergian. Tidak ada riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah pernah meninggalkan shalat witir meskipun hanya satu kali.
BACA SELENGKAPNYA “Hukum Shalat Witir”

Khusyuk dan Hadir Hati adalah Syarat Sah Shalat

Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Konstituante, Partai MasjumiOleh: Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy (1904-1975)

(Murid Syekh Ahmad Surkati dan Rektor Universitas Al-Irsyad, Solo, 1962)

Jiwa shalat adalah ikhlas dan khusyuk. Mendirikan shalat adalah mewujudkan jiwa shalat dan hakikatnya dalam gerakan lahir. Maka, wajib bagi kita mewujudkan khusyuk yang menjadi jiwa shalat, sebagaimana kita wajib melaksanakan bentuk gerakan shalat dengan sebaik-baiknya.

Kedudukan khusyuk dan ikhlas dalam shalat adalah seperti kedudukan ruh (jiwa) dalam suatu tubuh. Kita perlu mengatakan pengertian khusyuk, ikhlas, takut dan hadir hati yang menjadi ruh shalat dan menjadi sebab pokok diterimanya shalat seseorang.

Ulama berbeda pendapat dalam mengartikan kata khusyuk. Sebagian ulama mengatakan, “Khusyuk ialah memejamkan mata (penglihatan) dan merendahkan suara.” Ali ibn Abi Thalib ra. Mengatakan, “Khusyuk ialah tidak berpaling ke kanan dan ke kiri dalam shalat.”

BACA SELENGKAPNYA “Khusyuk dan Hadir Hati adalah Syarat Sah Shalat”

Pengampunan dan Tobat

umarhubeis1Oleh: Al-Ustadz Umar Salim Hubeis (1904-1979)

Murid Syekh Ahmad Surkati di Madrasah Al-Irsyad Batavia. Lahir di Batavia (Jakarta) kemudian setelah lulus dikirim Syekh Ahmad Surkati untuk memimpin Madrasah Al-Irsyad Surabaya. Beliau kemudian menetap sampai meninggalnya di Surabaya.

Pemberian ampunan (maghfirah) adalah hak mutlak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia bisa memberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, baik sesudah maupun sebelum bertobat. Hanya Dia yang memberi petunjuk bagaimana caranya kita untuk memperoleh  maghfirah-Nya itu.

Diterangkan bahwa Allah itu adalah Ghaffaar (Pengampun) dan Tawwaab (Penerima Tobat). Tapi, Dia juga Pemarah yang yang menyediakan bermacam-macam siksaan untuk orang-orang yang layak disiksa. Dosa syirik tidak mungkin akan diampuni-Nya, sedangkan taubatan nasuha dan ibadah haji mabrur akan menghapus segala dosa.

Firman-Nya dalam surah an-Nisaa’ ayat 48,
BACA SELENGKAPNYA “Pengampunan dan Tobat”

Berobat dengan Jampi-Jampi (Ruqa)

HSA ALHAMDANIOleh: Al-Ustadz Said Thalib Al-Hamdani (1903-1983 M)

Ulama kelahiran Kuala Kapuas (Kalteng) yang kemudian pindah dan meninggal di Pekalongan ini adalah salah satu murid takhasus Syekh Ahmad Surkati. Beliau salah satu ahli fikih besar Al-Irsyad yang lama menjadi ketua Majelis Ifta’ wa Tarjih DPP Al-Irsyad Al-Islamiyyah sampai akhir hayatnya, dan penulis puluhan buku tentang fiqih.

Jampi-jampi dalam bahasa Arab ialah ruqa, jamak dari ruqyah, yaitu doa-doa yang dibacakan untuk menyambuhkan sisakit.

Nabi sendiri telah membacakan beberapa macam doa kepada para sahabat beliau yang sakit, sehingga mereka sembuh dengan izin Allah Ta’ala.

Di antara doa-doa itu adalah:              

Hadits dari ‘Aisyah ra., bahwa Nabi saw. berdoa,

BACA SELENGKAPNYA “Berobat dengan Jampi-Jampi (Ruqa)”

Roh Manusia

Al-Ustadz UMAR HUBEISOleh: Al-Ustadz Umar Hubeis (1904-1979)

(Murid Syekh Ahmad Surkati di Madrasah Al-Irsyad Batavia. Lahir di Batavia -Jakarta- kemudian setelah lulus dikirim Syekh Ahmad Surkati untuk memimpin Madrasah Al-Irsyad Surabaya. Beliau meninggal di Surabaya)

Apakah arti “roh” itu, di mana roh itu berada dalam tubuh manusia, dan bagaimana keadaanya sesudah dia keluar dari tubuh manusia? Apakah roh itu sederajat menurut ajaran Islam?

Sebelum datangnya agama Islam, manusia sudah ramai membicarakan dan membahas soal “roh”, baik dari segi keagamaan maupun dari segi falsafah. Filsuf Yunani dalam hal ini memegang peranan terpenting. Pendapat-pendapatnya banyak mempengaruhi para ulama dan para filsuf hingga sekarang ini. Mereka bersepakat bahwa roh itu adalah “zat halus”, berlainan dengan jasmani manusia. Ia didatangkan, tidak datang sendiri, kepada suatu jisim (tubuh) untuk memberi kehidupan. Apabila waktu keluarnya telah tiba, dia kembali pada alamnya. Demikian menurut keterangan Pythagoras, Aristoteles dan Plato, dengan tambahan bahwa roh itu suci dan berkewajiban untuk berupaya agar tetap suci selama berada dalam jasad manusia.
BACA SELENGKAPNYA “Roh Manusia”

Hukum Menegakkan Shalat Berjamaah

Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Konstituante, Partai MasjumiOleh: Teungku Muhammad Hasbi Ash-Ahiddieqy (1904-1975)

(Murid Syekh Ahmad Surkati dan Rektor Universitas Al-Irsyad, Solo, 1960-an)

Saat awal  Nabi saw. mengerjakan shalat berjamaah secara terang-terangan dan terus menerus, yaitu ketika di Madinah. Pada saat di Makkah, Nabi saw. tidak mengerjakan shalat dengan berjamaah di masjid, karena para sahabat Nabi kala itu dalam keadaan lemah. Nabi saw. melaksanakan shalat berjamaah di rumahnya, kadang bersama sayidina Ali ra, terkadang bersama sayyidatina Khadijah ra. Kalaupun Nabi saw. shalat berjamaah bersama para sahabat di luar rumah, itupun dilakukan Nabi di tempat-tempat sunyi. Para Sahabat Nabi saw. pun demikian pula halnya, yakni berjamaah di rumah atau di tempat-tempat yang tersembunyi.

Sesudah Nabi saw. hijrah ke Madinah, Nabi mengerjakan shalat berjamaah secara besar-besaran dan terang-terangan.

Para ulama telah sepakat bahwa ”menegakkan jamaah shalat di masjid-masjid itu adalah setinggi-tingginya taat, seteguh-teguhnya ibadah, dan sebesar-besarnya syiar agama Islam”
BACA SELENGKAPNYA “Hukum Menegakkan Shalat Berjamaah”

Cara Turunnya Al-Qur’an dari Lauh Al-Mahfudh ke Dunia

hasbi1Oleh: Teungku Muhammad Hasbi Ash-Ahiddieqy (1904-1975)

(Murid Syekh Ahmad Surkati dan Rektor Universitas Al-Irsyad, Solo, 1960-an)

Para ulama berbeda pendapat tentang kaifiyah menurunkan Al-Qur’an (dari Lauh al-Mahfudh). Dalam soal ini para ulama mempunyai tiga pendapat.

a. Al-Qur’an itu diturunkannya ke langit dunia pada malam Al-Qadar sekaligus, yaitu lengkap dari awal hingga akhirnya. Kemudian diturunkan (ke Nabi Muhammad saw.) berangsur-angsur sesudah itu dalam tempo 20 tahun atau 23 tahun atau 25 tahun berdasarkan kepada perselisihan yang terjadi tentang berapa lama Nabi bermukim di Makkah sesudah beliau diangkat menjadi Rasul.

b. Al-Qur’an diturunkan ke langit dunia dalam 20 kali Lailah al-Qadar selama 20 tahun, atau dalam 23 kali Lailah al-Qadar selama 23 tahun, atau dalam 25 kali Lailah al-Qadar selama 25 tahun. Pada tiap-tiap malam diturunkan ke langit dunia sekedar yang hendak diturunkan dalam tahun itu kepada Muhammad saw. dengan cara berangsur-angsur.

BACA SELENGKAPNYA “Cara Turunnya Al-Qur’an dari Lauh Al-Mahfudh ke Dunia”

Diin dan Dun-ya

surkati1Oleh: Syekh Al-Allamah Ahmad Surkati Al-Anshari (1875-1943)

Ulama besar, ahli hadits, dan Pembaharu Islam di Indonesia. Guru dari para ulama modernis dan banyak pejuang kemerdekaan negeri ini.

Tulisan ini merupakan jawaban Syekh Ahmad Surkati atas pertanyaan yang diajukan Perhimpunan Muhammadiyah pada bulan Rabiul Awwal 1357 H (Maret 1938).

Perkataan DIIN dan DUN-YA dalam bahasa Arab mengandung beberapa arti dan pengertian. Dari berbagai pengertian itu bisa diartikan secara umum dan bisa pula secara khusus. Arti yang sesungguhnya, dapat dimengerti dari susunan kalimatnya, seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun Hadits.

Kata DIIN itu berasal dari kata DAANA, YADIINU, yang mengandung arti KHADHO’A (tunduk). Pun perkataan DIIN itu adakalalanya berarti: PEMBALASAN, seperti dalam firman Allah:

مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ

Maliki Yaumid-DIIN
BACA SELENGKAPNYA “Diin dan Dun-ya”