SHALAT GERHANA (Bagian 2)
Hukum Shalat Gerhana: Sunnah atau Wajib?
Oleh: Al-Ustadz Said Thalib al-Hamdani (1903-1983 M)
Shalat gerhana adalah sunnah mu’akkadah menurut sabda Rasulullah saw.:
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua di antara tanda-tanda keagungan Allah. Allah menakut-nakuti hamba-Nya dengan keduanya. Matahari dan bulan tidak terkena gerhana karena meninggal atau lahirnya seseorang, karena itu apabila kamu melihatnya maka segeralah shalat dan berdoalah sampai terang kembali.”
“Matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda keagungan Allah. Tidaklah terjadi gerhana karena meninggal atau lahirnya seseorang. Apabila kamu melihatnya maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, shalatlah dan bersedekahlah.”
Hadits-hadits tentang shalat gerhana di atas semuanya shahih, maka dengan hadits manapun kita berpegang, kita akan mendapat pahala. Dan sangatlah disukai apabila kita mengerjakan shalat gerhana sebanyak bilangan rakaat seperti rakaat shalat sebelum terjadinya gerhana.
Hadits tentang shalat gerhana itu menunjukkan wajib, tetapi ijma’ menganggapnya sunnah mu’akkadah.
Perbedaan pendapat mengenai hukum shalat gerhana ini bersumber dari kebenaran hadits atau berita tentang berulang-ulangnya gerhana yang terjadi di masa Rasulullah saw.. Sebagian ada yang berpendapat hanya satu kali, yaitu pada meninggalnya Ibrahim, putra Rasulullah, yang bersamaan dengan terjadinya gerhana matahari. Sedang lainnya menganggap sebaliknya, yaitu bahwa gerhana terjadi berulang kali sehingga Rasulullah saw. sering melakukannya.
SUMBER: Buku “SHALAT-SHALAT SUNNAH” (HSA Al-Hamdani)
BACA JUGA:
Shalat Gerhana (1): Pengertian Shalat Khusuf dan Kusuf
Pendapat Syeikh Muhammad Rasyid Ridha tentang Gerhana